Meta Gugat Perusahaan Mata-mata Medsos yang Keruk 600.000 Data Pengguna Facebook dan Instagram
Meta menuduh Voyager Labs menggunakan akun palsu untuk mengorek informasi dari lebih 600.000 pengguna Facebook. (dok. pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah tuntutan hukum dilayangkan Meta kepada perusahaan mata-mata media sosial, Voyager Labs. Mereka  diduga membuat puluhan ribu akun Facebook palsu untuk mengikis data pengguna dan menyediakan layanan pengawasan untuk klien.

Voyager Labs, diduga menggunakan lebih dari 38.000 akun palsu untuk mengumpulkan informasi pengguna termasuk unggahan media sosial, daftar teman, foto, dan komentar.

Meta mengatakan Voyager Labs menggunakan akun palsu tersebut untuk mengorek informasi dari lebih dari 600.000 pengguna Facebook antara Juli 2022 dan September 2022.

Sekarang, perusahaan sudah menonaktifkan lebih dari 60.000 akun, halaman Facebook dan Instagram terkait Voyager Labs pada atau sekitar 12 Januari.

Voyager Labs menyebut dirinya sebagai pemimpin dunia dalam solusi investigasi berbasis AI tingkat lanjut. Itu berarti dalam praktiknya, menganalisis unggahan media sosial secara massal untuk membuat klaim tentang individu.

Dalam blog resminya dikutip Selasa, 17 Januari, Meta juga meminta hakim secara permanen melarang Voyager Labs menggunakan layanannya seperti Facebook dan Instagram, serta memberikan kompensasi untuk keuntungan yang diperoleh secara tidak sah dalam jumlah yang akan dibuktikan di persidangan.

Dengan mengklaim Voyager Labs secara tidak adil memperkaya dirinya sendiri atas biaya Meta. Gugatan tersebut adalah salvo terbaru terhadap proses yang dikenal sebagai pengikisan data, di mana perusahaan atau individu menggunakan perangkat lunak untuk mengekstraksi banyak informasi yang tersedia secara umum dari sumber online.

Dalam gugatan hukum itu, Meta menuduh Voyager Labs menggunakan beragam sistem komputer dan jaringan untuk menyembunyikan aktivitas pengikisan datanya, termasuk saat Meta memeriksa validitas akun palsu. Perusahaan tersebut juga mengumpulkan data dari berbagai situs termasuk Twitter, YouTube, dan Telegram.

Laporan sebelumnya dari The Guardian mengungkapkan, departemen kepolisian Los Angeles sedang menguji perangkat lunak pengawasan media sosial milik Voyager Labs.

Perusahaan dilaporkan menawarkan kecerdasan buatannya kepada penegak hukum karena mampu membedakan motif orang dan mengidentifikasi siapa yang kemungkinan akan melakukan kejahatan di masa depan.

Meta Berturut-turut Jadi Korban Pengikisan Data

Sebagai informasi, Meta bukan kali pertama menjadi korban pengikisan data. Pada 2021, data pribadi seperti nomor telepon dan lokasi pada lebih dari 533 juta pengguna Facebook dipublikasikan di forum peretasan.

Insiden tersebut membuat regulator Irlandia mendenda Meta 230 juta euro setara Rp3,7 triliun karena gagal melindungi informasi pribadi pengguna.

Tahun lalu, Meta mengajukan dua keluhan hukum terhadap para pengikis data termasuk perusahaan scraping-for-hire milik China, dan individu Turki yang diduga mengumpulkan informasi lebih dari 350.000 pengguna Instagram untuk situs peniru.

Meta sendiri memiliki aturan pada layanannya, yang melarang pembuatan akun palsu, pengikisan otomatis yang tidak sah. Perusahaan juga berjanji akan menindak pengikisan data massal setelah Cambridge Analytica mengumpulkan data lebih dari 80 juta pengguna untuk menargetkan pemilih dengan iklan politik pada pemilu 2016 di AS.