Bagikan:

JAKARTA - Huawei dilaporkan memperpanjang kesepakatan lisensi paten dengan Nokia. Perusahaan tidak peduli meski bertahun-tahun telah dihukum oleh sanksi Amerika Serikat (AS).

Semenjak sanksi itu diterapkan, melumpuhkan bisnis ponsel cerdasnya yang dulu menguntungkan dan Huawei mengalami kemerosotan pendapatannya per tahun. Kini, dia mulai berjuang mencari sumber penghasilan baru.

Melanjutkan kerja sama dengan pesaingnya, Nokia membuat Huawei terus memimpin dalam teknologi jaringan. Kesepakatan itu diklaim memberikan Nokia akses paten telekomunikasi Huawei generasi berikutnya, meskipun AS menuduh raksasa China tersebut mengancam keamanan nasional.

Sayangnya, Huawei tidak mengungkapkan rincian kesepakatan. Kedua pembuat peralatan jaringan itu telah menandatangani kesepakatan lisensi pada 2017.

Huawei mengatakan tahun ini telah menandatangani lebih dari 20 kesepakatan lisensi paten baru atau perpanjangan perjanjian dengan perusahaan di industri termasuk ponsel pintar, mobil, dan telekomunikasi.

“Di industri otomotif saja, kami mencapai kesepakatan dengan sekitar 15 pembuat mobil untuk penggunaan teknologi nirkabel canggih kami, termasuk nama-nama terkenal seperti Audi, Mercedes Benz, BMW, Porsche, Renault, Suzuki, Lamborghini, Subaru, dan Bentley,” ujar kepala IP global Huawei, Alan Fan dikutip dari Bloomberg, Senin, 26 Desember.

Untuk membuka pasar dan bisnis baru, Huawei mulai memungut royalti dari merek ponsel pintar terbesar di dunia, termasuk Apple dan Samsung Electronics setelah pertama kali mengumumkan rencana untuk memperluas bisnis lisensinya mulai 2021.

Kolaborasi kekayaan intelektual adalah salah satu dari sedikit area yang masih dapat dicapai Huawei secara signifikan di pasar negara maju seperti Eropa.

Sebagai informasi, serangkaian larangan ekspor yang diberlakukan itu dimulai ketika mantan Presiden AS Donald Trump menjabat, dia melarang Huawei mengakses berbagai teknologi penting negara tersebut dan membatasi kemampuannya untuk membuat produk canggih dari ponsel cerdas ke server.

Kampanye melawan raksasa teknologi China itu semakin berkembang selama pemerintahan Presiden AS Joe Biden hingga saat ini, yang juga membidik semikonduktor buatan China.