Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Agung Indiana, Amerika Serikat (AS), Todd Rokita baru saja menggugat aplikasi TikTok karena menipu pengguna tentang akses China ke data mereka, dan menampilkan konten dewasa ke pengguna remaja.

Ini merupakan tuntutan hukum negara bagian pertama terhadap aplikasi video populer. Dalam gugatannya, Rokita mengklaim TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan China, ByteDance melanggar undang-undang perlindungan konsumen negara dengan tidak mengungkapkan kemampuan pemerintah China untuk menyadap informasi sensitif pengguna.

Gugatan terpisah juga menyatakan, TikTok menipu pengguna remaja dan orang tua mereka dengan memaparkan pengguna ke konten dewasa atau tidak pantas.

Konten yang tidak pantas itu, meliputi alkohol, tembakau, obat-obatan, konten seksual, ketelanjangan, dan tema sugestif serta kata-kata kotor yang intens.

"Aplikasi TikTok adalah ancaman jahat dan mengancam yang dilepaskan pada konsumen Indiana yang tidak menaruh curiga oleh perusahaan China yang tahu betul bahaya yang ditimbulkannya pada pengguna,” ujar Rokita dalam sebuah pernyataan.

“Dengan tuntutan hukum ini, kami berharap dapat memaksa TikTok menghentikan praktiknya yang salah, menipu, dan menyesatkan, yang melanggar hukum Indiana," imbuhnya.

Lebih lanjut, TikTok juga diklaim menipu pengguna remaja dengan peringkat usia 12 tahun ke atas di toko aplikasi Apple dan Google.

Tuntutan ini terjadi ketika aplikasi tersebut menghadapi pengawasan yang lebih ketat atas akarnya di China, termasuk di Inggris, setelah pembaruan pada kebijakan privasinya mengungkapkan beberapa staf TikTok di luar negeri dapat mengakses data pengguna dalam keadaan tertentu.

Melansir The Verge, Jumat, 9 Desember, meski Juru bicara TikTok, Brooke Oberwetter, tidak mengomentari peristiwa yang sedang berlangsung, dia mengatakan, "keselamatan, privasi, dan keamanan komunitas kami adalah prioritas utama kami," ungkapnya.

Gugatan itu datang beberapa hari setelah Gubernur di Maryland, North Dakota, South Dakota, dan Texas telah melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah.

Begitu pun dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Negara AS juga telah melarang penggunaan aplikasi tersebut pada perangkat yang dikeluarkan pemerintah.