Bagikan:

JAKARTA - Pasca pandemi COVID-19, saham aplikasi video konferensi Zoom melesat turun sekitar 90 persen nilainya, sejak puncak pandemi pada Oktober 2020 lalu.

Pada Selasa 22 November , Zoom juga mengalami penurunan saham hampir 10 persen setelah perusahaan memangkas perkiraan penjualan tahunannya dan membukukan pertumbuhan kuartal tiga (Q3) paling lambat.

Hal ini mendorong setidaknya enam pialang saham memangkas target harga mereka. Mantan kesayangan investor itu dilaporkan tengah berjuang untuk menyesuaikan diri dengan dunia pasca COVID-19.

Di mana saat ini Zoom telah mengubah dirinya dengan berfokus menghadirkan produk baru, seperti layanan panggilan cloud Zoom Phone dan hosting konferensi yang menawarkan Zoom Room.

Melansir USNews, Rabu, 23 November, para analis mengatakan setiap melakukan perubahan haluan dalam bisnis, masih akan menghasilkan keuntungan beberapa kuartal lagi, karena pertumbuhan unit online andalannya melambat dan persaingan dari Microsoft Teams, Cisco Webex dan Slack semakin ketat.

"Zoom memiliki kelemahan mendasar, (di mana) Zoom harus menghabiskan banyak uang untuk mempertahankan pangsa pasar," ungkap analis Sophie Lund-Yates.

"Menghabiskan uang untuk mempertahankan, alih-alih menumbuhkan, pangsa pasar bukanlah tempat yang baik dan merupakan tanda masalah di masa depan," sambungnya.

Selain itu, biaya operasional perusahaan juga melonjak 56 persen pada Q3 karena menghabiskan lebih banyak untuk mengembangkan produk dan pemasaran.

Namun, beberapa pialang percaya jika Zoom diakuisisi, tentu dapat membantu menghidupkan kembali pertumbuhan perusahaan.

Sayangnya, kepala eksekutif Eric Yuan menyatakan pada panggilan pasca-pendapatan bahwa dia terus melihat pengawasan kesepakatan yang meningkat untuk bisnis baru.