JAKARTA – Menurut analisis Departemen Keuangan AS yang dirilis pada Selasa, 1 November, Software pencari pembayaran yang dibuat oleh peretas Rusia kini digunakan di tiga perempat dari semua skema ransomware yang dilaporkan ke agen kejahatan keuangan AS pada paruh kedua tahun 2021.
Dalam analisis yang dikeluarkan sebagai tanggapan atas peningkatan jumlah dan tingkat keparahan serangan ransomware terhadap infrastruktur penting di Amerika Serikat sejak akhir 2020, Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan (FinCEN) AS mengatakan telah menerima 1.489 pengaduan terkait ransomware senilai hampir 1,2 miliar dolar AS pada tahun 2021. Jumlah ini melonjak 188% dari tahun sebelumnya.
“Dari 793 insiden ransomware yang dilaporkan ke FinCEN pada paruh kedua tahun 2021, sekitar 75% memiliki hubungan dengan Rusia, proksinya, atau orang yang bertindak atas namanya," kata laporan itu, seperti dikutip Reuters.
Pihak Washington pekan ini menjadi tuan rumah pertemuan dengan pejabat dari 36 negara dan Uni Eropa, serta 13 perusahaan global untuk mengatasi meningkatnya ancaman ransomware dan kejahatan dunia maya lainnya, termasuk penggunaan cryptocurrency secara ilegal.
BACA JUGA:
"Kami mungkin menghadapi tantangan ransomware dengan lensa yang berbeda - dan dalam beberapa kasus, seperangkat alat yang sama sekali berbeda - tetapi kami semua ada di sini karena kami tahu bahwa ransomware tetap menjadi ancaman kritis bagi para korban di seluruh dunia dan terus menguntungkan bagi mereka, aktor jahat," kata Wakil Menteri Keuangan Wally Adeyemo kepada para pejabat di pertemuan itu.
Perangkat lunak tebusan bekerja dengan mengenkripsi data korban, sementara peretas menawarkan kunci kepada korban dengan imbalan pembayaran cryptocurrency yang dapat mencapai jutaan dolar.
Seorang pejabat Departemen Keuangan AS pada Selasa lalu mengatakan departemen bulan lalu menangkis serangan siber oleh kelompok peretas pro-Rusia, mencegah gangguan, sebuah contoh yang dia katakan tentang pendekatan departemen yang lebih kuat terhadap keamanan siber sistem keuangan.