Bagikan:

JAKARTA - Montenegro pada Rabu, 31 Agustus menyalahkan kelompok kriminal bernama Cuba ransomware atas serangan siber yang telah menghantam infrastruktur digital pemerintahnya sejak pekan lalu. Serangan siber ini digambarkan oleh para pejabat negara itu sebagai hal yang belum pernah terjadi sebelumnya atau luar biasa.

Menteri Administrasi Publik,  Maras Dukaj, mengatakan kepada televisi pemerintah bahwa kelompok itu telah menciptakan virus khusus untuk serangan yang disebut Zerodate, dengan 150 stasiun kerja di 10 lembaga negara tersebut yang terinfeksi.

Situs internet pemerintah bahkan telah ditutup sejak serangan itu. Badan Keamanan Nasional (ANB) Montenegro juga mengaitkan serangan ini dengan entitas  Rusia, meskipun tingkat pencurian data tidak jelas.

"Kami sudah mendapat konfirmasi resmi, itu juga dapat ditemukan di web gelap tempat dokumen yang diretas dari komputer sistem kami akan dipublikasikan," kata Dukaj, seperti dikutip Reuters.

Pemerintah Montenegro sendiri belum menerima permintaan uang tebusan atas materi yang dikompromikan.

Di situs kebocoran web gelapnya, seperti dilihat oleh Reuters, kelompok ransomware Cuba mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, dengan mengatakan telah memperoleh "dokumen keuangan, korespondensi dengan karyawan bank, pemindahan rekening, neraca, dokumen pajak," dari parlemen Montenegro pada 25 Agustus. 19.

Parlemen, yang tidak berada dalam sistem komputer pemerintah, membantah adanya pencurian data, dengan mengatakan bahwa setelah periode ketika data tidak dapat diakses pada 20-21 Agustus, sistemnya sepenuhnya sudah pulih dan beroperasi. “Data yang diklaim telah diperoleh kelompok itu sebenarnya tersedia untuk umum di portal web,” ungkap Jubir Parlemen Montenegro.

Juga pada  Rabu lalu, Kementerian Dalam Negeri Montenegro, mengatakan Biro Investigasi Federal AS (FBI) akan mengirim Tim Aksi Cyber ​​ke Montenegro untuk membantu menyelidiki serangan tersebut.

Pejabat pemerintah telah mengkonfirmasi ANB yang menduga bahwa Rusia berada di balik serangan itu, dengan mengatakan mereka bisa menjadi pembalasan setelah anggota NATO seperti Montenegro, bergabung dengan program sanksi Uni Eropa terhadap Rusia dan mengusir beberapa diplomat Rusia.

Peretas juga menyerang infrastruktur digital negara Montenegro pada hari pemilihan tahun 2016, dan sekali lagi selama rentang beberapa bulan pada tahun 2017 ketika bekas republik Yugoslavia akan bergabung dengan NATO.

Menariknya serangan peretasan yang melibatkan sebuah negara, akhir-akhir semakin marak. Bahkan bisa disebut sebagai perang siber antarnegara yang memaksa semua pihak lebih berhati-hati terhadap cyber war ini.