<i>Typo</i> UU Cipta Kerja yang Jadi Perhatian Warganet di Twitter
Presiden Jokowi (Sumber: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Jagat media sosial Twitter ramai dengan tagar Pasal 5 dan #MosiTidakPercaya terhadap sikap Presiden Joko Widodo yang resmi meneken Undang-undang atau UU Cipta Kerja. Terlebih setelah warganet menemukan salah ketik alias typo dalam omnibus law berjumlah 1.187 halaman tersebut.

Tagar seperti Pasal 5, Ayat 1 ramai diperbincangkan warganet, kata-kata tersebut bahkan masuk dalam jajaran trending topic di Twitter. Setidaknya ada lebih dari 5.662 kicauan warganet yang membicarakan hilangnya konteks di Pasal 5 UU Cipta Kerja.

"Subuh, baca baru sampai halaman 6, kenapa ada pasal rujukan tapi tidak ada ayat," demikian kicauan @FPKSDPRRI yang diunggah pada Selasa, 3 November.

Pasal tanpa ayat yang dimaksud itu terdapat pada Bab III Pasal 6, di mana isinya menjelaskan setiap peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a. Sementara pada Pasal 5 yang terdapat pada Bab II, sama sekali tak tercantum ayat (1) huruf a.

"Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait," isi Pasal 5 UU Cipta Kerja.

isi pasal 5 UU Cipta Kerja (Salinan UU Cipta Kerja)

Sedangkan peningkatan ekosistem investasi yang dimaksud justru ada di Pasal 4 huruf a. Berbunyi "Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ruang lingkup Undang-Undang ini mengatur kebijakan strategis Cipta Kerja yang meliputi: a. Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;..."    

Tak hanya itu, warganet juga mempertanyakan definisi dari frasa "Minyak dan gas Bumi" pada halaman 223 UU Cipta Kerja. Demikian pula dengan frasa "Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia" yang diunggah akun @PoljokesID.

Beberapa warganet pun mencoba untuk meluruskan definisi dari frasa tersebut. Seperti akun @QueenEster21 yang menjelaskan bagaimana cara penyusunan ketentuan umum dalam peraturan seperti undang-undang. 

Di mana definisi yang dimaksud sudah tertera pada penjelasan nomor satu atau dua dari poin sebelumnya. Sehingga penulisan nomor 3 hanya akan menjadi rujukan istilah untuk bagian selanjutnya ketika membahas dua frasa sebelumnya. 

"Supaya enggak mubazir dan kepanjangan juga, memang praktiknya seperti itu. Untuk di bagian itu tidak harus semuanya menjelaskan definisi, tapi bisa juga sebagai rujukan atas istilah/ frase yang akan dipakai di bagian-bagian berikutnya," kicaunya seperti dikutip VOI.