JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara soal adanya kesalahan dalam naskah UU Cipta Kerja yang menjadi polemik di tengah masyarakat.
Mahfud mengatakan pemerintah akan bicara dengan DPR untuk menanyakan soal adanya kesalahan penulisan atau typo di dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan salah penulisan ini masih bisa diperbaiki.
"Kita akan bicara dengan DPR RI kenapa dikirim seperti itu. Mana dokumen yang benar lalu nanti bisa diselesaikan MK kalau itu yang clerical," kata Mahfud dalam keterangan videonya, Kamis, 5 November.
Sedangkan untuk kesalahan substansi, pemerintah menyerahkannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Jika dalam putusan MK, nantinya disebutkan ada pasal yang dianggap salah maka akan dilanjutkan dengan legislative review.
"Kalau MK memutuskan sesuatu (UU Cipta Kerja, red) ini salah, kita nanti ada legislative reviewnya. Tidak menutup kemungkinan untuk legislative review," tegasnya.
Sementara untuk perubahan pasal tertentu, nantinya, pemerintah akan lebih dulu menunggu hasil putusan MK untuk mengetahui bagian mana saja dalam perundangan itu yang harus diubah.
Mahfud mengatakan, saat ini pemerintah tengah membentuk tim kerja. Hanya saja, tim kerja ini dipastikan netral karena bukan berasal dari pemerintah melainkan dari akademisi dan tokoh masyarakat.
Tim ini, sambung eks Ketua MK tersebut, akan bekerja untuk mengolah dan menampung masalah yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. Sehingga, dalam proses perbaikan, semuanya bisa terakomodir dengan baik. "Baik penuangan didalam peraturan-peraturan turunan itu semuanya bisa diakomodasi," ungkapnya.
"Yang jelas UU Cipta Kerja itu tujuannya baik, nah, sebuah tujuan yang baik pasti tidak menutup kemungkinan untuk diperbaiki," imbuhnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menyebut kesalahan redaksional atau typo dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja setelah diteken Presiden Joko Widodo baru pertama kali terjadi.
Supratman mengatakan, selama ini belum pernah ada undang-undang yang masih memiliki kesalahan redaksional setelah ditandatangani presiden. UU Cipta Kerja menjadi yang pertama kali. "Memang kalau UU yang setelah ditandatangani presiden, (kesalahan redaksional) ini baru pertama kalinya dilakukan. Tapi, kalau sebelum presiden tanda-tangan, hampir semua kok, UU ada typo seperti itu," kata Supratman kepada wartawan, Rabu, 4 November.
Menurut Supratman, jika masih ada kesalahan pengetikan dari draf undang-undang yang ada di DPR, hal tersebut sering terjadi. Ketika draf diserahkan kepada pemerintah, Menteri Sekretaris Negara yang bertugas mengoreksi kembali sebelum diteken oleh Presiden.
Dia mengaku akan mengajak pemerintah memperbaiki typo dalam UU Cipta Kerja. Dia juga memastikan, baik DPR maupun pemerintah bertanggungjawab bahwa perbaikan tersebut sebatas administratif dan tidak merubah substansi apa pun.
"Bersama-sama (DPR dan pemerintah). Dan DPR siap melakukan itu dan siap mempertanggungjawabkan bahwa hal tersebut tidak mengubah susbtansi sama sekali dari UU Cipta Kerja. Karena murni kesalahan administrasi saja," ucap Supratman.
Sedangkan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menyatakan kekeliruan teknis di naskah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2011 tentang Cipta Kerja murni karena kelalaian manusia alias human error.
Hal tersebut menyusul dengan sejumlah kekeliruan di Undang-undang dengan tebal 1.187 halaman yang baru disahkan pada 2 November 2020 tersebut.
"Kemensetneg telah melakukan serangkaian pemeriksaan internal dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan, kekeliruan tersebut murni 'human error'," kata Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kemensetneg Eddy Cahyono Sugiarto.