Starliner Sukses Kembali Mendarat di Bumi, NASA Kini Miliki Alternatif Baru Kendaraan ke Luar Angkasa
Starliner sukses mendarat di Bumi. (foto: twitter @nasahqphoto)

Bagikan:

JAKARTA - Kapsul astronot Starliner dari Boeing Co kembali dari Stasiun Luar Angkasa Internasional dan mendarat di New Mexico pada Rabu, 25 Mei. Misi ini mengakhiri uji penerbangan berisiko tinggi sebagai kendaraan NASA berikutnya untuk membawa manusia ke orbit.

Kurang dari seminggu setelah peluncurannya dari Pangkalan Angkatan Luar Angkasa AS Cape Canaveral di Florida, kapsul Starliner CST-100 jatuh melalui atmosfer Bumi pada Rabu malam menjelang pendaratan yang dibantu parasut di atas gurun White Sands Space Harbor, New Mexico. Kapsul mendarat tepat waktu pada 18:49. EDT (05.49 WIB /Kamis).

Kapsul Starliner ini telah melakukan perjalanan pulang-pergi sekitar lima jam dari stasiun luar angkasa, sebuah pos orbit sekitar 250 mil di atas Bumi. Ini menjadi bagian terakhir dari penerbangan uji ulang yang pertama kali dicoba Boeing pada 2019, tetapi gagal diselesaikan setelah mengalami kegagalan perangkat lunak.

Misi uji terbaru menggerakkan Starliner, yang dilanda penundaan berulang dan kemunduran teknik yang mahal, selangkah lebih dekat untuk memberi NASA jalan andal kedua untuk mengangkut astronot ke dan dari stasiun luar angkasa.

Starliner diluncurkan ke orbit Kamis 19 Mei di atas roket Atlas V yang dibuat oleh perusahaan patungan Boeing-Lockheed Martin,  United Launch Alliance. Starliner mencapai tujuan utamanya, mendarat di ISS, meskipun empat dari beberapa pendorong di dalamnya tidak berfungsi sepanjang jalan.

Insinyur Boeing juga harus mengimprovisasi solusi untuk cacat kontrol termal selama pendekatan akhir kapsul ke stasiun ruang angkasa ISS.

Sejak melanjutkan penerbangan awak ke orbit dari tanah Amerika pada tahun 2020, sembilan tahun setelah program pesawat ulang-alik berakhir, badan antariksa AS hanya mengandalkan roket Falcon 9 dan kapsul Crew Dragon dari perusahaan swasta SpaceX milik miliarder Elon Musk.

Sebelumnya, satu-satunya pilihan lain untuk mencapai laboratorium yang mengorbit adalah dengan menumpang pesawat ruang angkasa Soyuz milik Rusia. Ini tentu alternatif yang saat ini kurang menarik mengingat meningkatnya ketegangan AS-Rusia atas perang di Ukraina.

Banyak yang dipertaruhkan bagi Boeing, ketika perusahaan yang berbasis di Chicago itu berjuang untuk keluar dari krisis berturut-turut dalam bisnis pesawat jet dan unit pertahanan luar angkasanya. Program Starliner saja telah merugikan perusahaan hampir 600 juta dolar AS (Rp 8,7 triliun) selama 2,5 tahun terakhir.

Penerbangan uji orbital pertama Starliner yang bernasib buruk pada akhir 2019 hampir berakhir dengan kehilangan kendaraan itu menyusul kesalahan perangkat lunak yang secara efektif menggagalkan kemampuan pesawat ruang angkasa untuk mencapai stasiun ruang angkasa.

Masalah selanjutnya dengan sistem propulsi Starliner, yang dipasok oleh Aerojet Rocketdyne, membuat Boeing membatalkan upaya kedua untuk meluncurkan kapsul musim panas lalu.

Starliner tetap membumi selama sembilan bulan lagi sementara kedua perusahaan berdebat tentang apa yang menyebabkan katup bahan bakar menutup dan perusahaan mana yang bertanggung jawab untuk memperbaikinya.

Misi uji ulang yang selesai pada Rabu lalu dapat membuka jalan bagi Starliner untuk menerbangkan awak astronot pertamanya ke stasiun luar angkasa sekitar tahun depan, sambil menunggu desain ulang katup sistem propulsi Starliner dan penyelesaian masalah pendorong yang muncul di pertengahan misi tahun ini.

ISS, pos terdepan yang mengorbit saat ini menampung awak tiga astronot NASA AS, seorang astronot Italia dari Badan Antariksa Eropa, dan tiga kosmonot Rusia. Sementara Starliner diparkir di stasiun, beberapa astronot naik ke kapsul untuk menganalisis kondisi kabinnya.