Dinas Rahasia AS Berhasil Sita Uang Kripto Senilai Rp1,5 Triliun, Milik Penjahat?
Dinas Rahasia AS incar aliran Bitcoin dan kripto lain di blockchain. (Foto; olieman.eth Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA – Dinas Rahasia Amerika Serikat (USSS) ternyata tidak diam saja di tengah meledaknya mata uang kripto di berbagai kalangan dunia. United States Secret Service atau USSS yang merupakan badan penegakan hukum federal AS, berhasil menyita cryptocurrency yang bernilai Rp1,5 triliun.

Petinggi USSS, David M. Smith, beberapa hari lalu membahas mata uang kripto dalam wawancara dengan CNBC. Smith menilai bahwa kripto kerap digunakan untuk sejumlah kegiatan ilegal.

Sebagai informasi, Smith merupakan eksekutif senior dan agen khusus yang saat ini menjabat sebagai Asisten Direktur ke-28 Kantor Investigasi Dinas Rahasia AS, di mana ia memimpin misi investigasi global badan tersebut, yang terdiri dari 161 kantor dan lebih dari 3.000 karyawan.

Dinas Rahasia AS tersebut bertanggung jawab untuk melakukan penyelidikan, mendeteksi, dan menangkap orang-orang yang diketahui telah melanggar undang-undang tertentu yang berkaitan dengan sistem keuangan.

“Dalam beberapa tahun terakhir, aset digital semakin banyak digunakan untuk memfasilitasi berbagai kejahatan, termasuk berbagai skema penipuan dan penggunaan ransomware,” tulis keterangan dari laman resmi Dinas Rahasia AS.

Lebih lanjut , Smith memaparkan bahwa agen dan analis Dinas Rahasia aktif melacak transaksi Bitcoin dan mata uang kripto lain di blockchain. Menurutnya, melacak alamat dompet digital tak ubahnya seperti melacak alamat email.

“Ketika Anda mengikuti dompet mata uang digital, itu tidak berbeda dengan alamat email yang memiliki beberapa pengidentifikasi yang berkorelasi,” ujar Smith.

“Dan begitu seseorang dan orang lain melakukan transaksi, dan itu masuk ke blockchain, kami memiliki kemampuan untuk mengikuti alamat email atau alamat dompet itu, jika Anda mau, dan melacaknya melalui blockchain,” kata petinggi Dinas Rahasia AS tersebut.

Menurut statistik yang dikumpulkan oleh USSS, mereka telah menyita lebih dari  102 juta dolar AS (setara Rp1,5 triliun) dalam cryptocurrency sejak 2015 dari para penjahat sehubungan dengan 254 kasus investigasi terkait penipuan.

“Salah satu hal tentang cryptocurrency adalah ia menggerakkan uang dengan kecepatan lebih cepat daripada format tradisional,” tambah Smith.

Menurutnya, kecepatan transaksi ini menarik minat konsumen baru dan para penjahat Amerika. “Apa yang ingin dilakukan penjahat adalah membuat air menjadi keruh dan berusaha untuk mengaburkan aktivitas mereka,” katanya.

“Yang ingin kami lakukan adalah melacaknya secepat mungkin, seagresif mungkin, secara linier,” tegas Smith.

Asisten direktur menjelaskan bahwa begitu Secret Service mendeteksi aktivitas ilegal, ia bekerja untuk “menggali lebih dalam transaksi tersebut dan mendekonstruksi” mereka.

“Anda mengirimi saya sesuatu yang buruk di email, saya tahu ada beberapa aktivitas kriminal yang terkait dengan alamat email itu, saya dapat mendekonstruksi, menemukan informasi kecil apa pun yang Anda gunakan saat pertama kali masuk atau mendaftar untuk alamat email itu,” pungkasnya.

Selain itu, Smith juga mengungkapkan bahwa para penjahat juga manusia. Artinya, mereka juga khawatir pada volatilitas Bitcoin dan altcoin. Karenanya banyak dari mereka yang mengonversi BTC dan sejumlah kripto lain ke stablecoin atau koin stabil yang harganya terikat dengan dolar seperti USDT, USDC, BUSD dan lainnya.

“Karena, Anda tahu, para penjahat, mereka juga manusia. Mereka ingin menghindari beberapa volatilitas pasar yang terkait dengan beberapa koin utama,” ujar Smith, seperti dilansir dari Bitcoin.com News.