Bagikan:

JAKARTA - Badai geomagnetik telah diperkirakan mendatangi Bumi, ketika Matahari mengeluarkan filamen plasma dari ngarai yang terbuka di permukaan pada Minggu, 3 April.

Pernyataan itu dilontarkan oleh Pusat Prediksi Cuaca Antariksa di bawah Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), sebab Bumi berada di zona percikan.

Sementara itu, pengamat luar angkasa yang berbasis di AS juga mengatakan peringatan yang sama tentang badai geomagnetik kecil sebagai tanggapan atas kedatangan yang diantisipasi dari lontaran massa koronal dari letusan filamen yang berpusat di dekat S22W30 di Matahari.

Menurut Space Weather, ngarai api setidaknya memiliki kedalaman 12.400 mil (20.000 kilometer) dan 10 kali lebih panjang.

Letusan filamen sendiri terjadi di bagian selatan-tengah matahari. Letusan tersebut juga terlihat oleh satelit di bagian ultraviolet ekstrim dari spektrum elektromagnetik dan teleskop bumi yang dilengkapi untuk mengamati dalam panjang gelombang inframerah pembawa panas.

Melansir Space, Rabu, 6 April, filamen pertama meledak dari matahari pada Minggu, 3 April sekitar pukul 11 ​​pagi EDT, yang kedua diikuti pada Senin, 4 April sekitar pukul 5 sore EDT.

Kedua letusan itu disertai ejeksi massa koronal (CME), dengan pengusiran plasma bermuatan dari atmosfer atas matahari atau korona. Ketika CME menghantam Bumi, itu dapat menimbulkan malapetaka dengan medan magnet planet, menyebabkan badai geomagnetik.

Badai geomagnetik yang kuat dapat mengganggu hubungan satelit dan merusak elektronik di orbit. Dalam beberapa kasus, badai ini bahkan dapat mengganggu jaringan listrik di darat. Di sisi positifnya, badai geomagnetik ini sering menampilkan aurora yang memukau.

CME yang terkait dengan letusan itu akan mencapai Bumi sekitar pukul 10 pagi EDT (1200 GMT) pada Rabu, 6 April dan kemungkinan hanya akan memicu badai geomagnetik ringan, level G1 atau G2 pada skala lima poin.

Karena medan magnet bumi adalah yang terlemah di atas kutub, partikel magnet dari CME menembus lebih dalam ke atmosfer bumi di wilayah tersebut. Interaksi antara partikel matahari dengan yang ada di atmosfer inilah yang kemudian menimbulkan pancaran warna-warni alias aurora.

Secara keseluruhan, aktivitas matahari saat ini relatif tenang karena Matahari baru saja mulai bangun dari tidur yang berkepanjangan, sebuah fase dalam siklus aktivitas 11 tahun dengan hampir tidak ada bintik matahari.

Aktivitas matahari kemungkinan akan meningkat selama beberapa tahun mendatang, para ilmuwan memperkirakannya akan mencapai puncaknya sekitar 2025.