JAKARTA - Media sosial telah menjadi sarang berita palsu atau hoaks, dan konten yang melanggar aturan mereka. Twitter misalnya, telah melihat rekor jumlah permintaan penghapusan konten yang meningkat pada tahun lalu.
Permintaan itu biasanya datang dari pemerintah di berbagai negara yang ada di dalam daftar pasar Twitter, dan ini sejatinya cukup umum dilakukan.
Menurut laporan transparansi paruh pertama pada tahun lalu, Twitter merinci beberapa statistik tentang permintaan penghapusan. Pemerintah di seluruh dunia meminta untuk menghapus konten dari rekor jumlah akun antara Januari dan Juni 2021, dengan 43.387 permintaan hukum untuk menghapus konten dari 196.878 akun dikeluarkan selama periode enam bulan.
Ini adalah jumlah akun terbesar yang ditargetkan dengan permintaan penghapusan oleh pemerintah sejak Twitter mulai merilis laporan transparansi pada 2012.
Sebanyak 95 persen tuntutan tersebut hanya datang dari lima negara, yakni Jepang, Rusia, Turki, India, dan Korea Selatan. Menanggapi 54 persen dari tuntutan ini, Twitter memblokir konten di beberapa negara atau meminta pengguna untuk menghapusnya.
"Kami menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya karena pemerintah di seluruh dunia semakin berupaya untuk campur tangan dan menghapus konten. Ancaman terhadap privasi dan kebebasan berekspresi ini merupakan tren yang sangat mengkhawatirkan yang membutuhkan perhatian penuh kita," ungkap Wakil presiden kebijakan publik global dan filantropi Twitter Sinead McSweeney, seperti dikutip dari Neowin, Rabu, 26 Januari.
BACA JUGA:
"Pembaruan hari ini untuk Transparency Center Twitter menyoroti komitmen lama kami terhadap transparansi yang berarti dan kebutuhan mendesak yang mendesak untuk mempertahankan Internet Terbuka yang bebas, aman, dan global," imbuhnya.
Penting untuk dicatat skala kenaikan permintaan penghapusan oleh pemerintah hanya ada selama periode Januari hingga Juni 2021 dibandingkan dengan yang lain.
Terdapat peningkatan 50 persen dalam jumlah akun yang dilaporkan dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya, dengan permintaan hukum untuk menghapus konten juga melonjak 14 persen dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya.
Sementara itu, permintaan penghapusan akun milik jurnalis dan outlet berita turun 14 persen. Meski begitu, Twitter tidak menjelaskan dalam unggahan blognya tentang faktor global apa yang menyebabkan tuntutan hukum untuk penghapusan meningkat.