JAKARTA - Spyware Pegasus buatan perusahaan teknologi asal Israel, NSO kembali memakan korban. Kali ini Senator Polandia, Krzysztof Brejza dan beberapa lainnya yang menjadi sasaran pelaku di balik spyware tersebut.
Peristiwa itu kembali dilaporkan oleh Citizen Lab lembaga nirlaba Universitas Toronto yang menyebutkan ponsel Brejza diretas menggunakan spyware Pegasus NSO Group sebanyak 33 kali antara 26 April 2019 dan 23 Oktober 2019.
Brejza selama ini membantu menjalankan kampanye oposisi melawan pemerintah sayap kanan Perdana Menteri Polandia, Mateusz Morawiecki, yang saat ini berkuasa. Brejza difitnah dengan peretas menempatkan foto-foto palsu di ponselnya, dan dituduh melakukan skandal, kemudian informasi ini menjadi viral karena diberitakan oleh kantor berita yang didukung pemerintah.
Morawiecki akhirnya memenangkan pemilihan dengan selisih tipis. Brejza memang terkenal sebagai garis keras melawan korupsi. Dia mengetahui bahwa teleponnya akan memberi siapa pun informasi tentang strategi kampanyenya serta pelapor korupsi yang menaruh kepercayaan padanya.
Citizen Lab juga mengungkapkan bahwa Pegasus digunakan untuk meretas ponsel jaksa Polandia, Ewa Wrzosek dan Roman Giertych, seorang pengacara untuk Civic Platform partai Brejza.
Melansir ZDNet, Jumat, 24 Desember, meski begitu, Morawiecki dan pemerintah Polandia telah membantah terlibat dalam peretasan tersebut, negara-negara anggota Uni Eropa mulai berbicara tentang insiden itu.
"Pemerintah Uni Eropa menggunakan spyware pada lawan-lawan politik dan kritikus tidak dapat diterima. Komisi EU harus bisa untuk menghentikan merunduk masalah ini. Praktek-praktek seperti tidak memiliki tempat di Uni Eropa dan harus dilarang," tweet Dutch Uni Eropa Parlemen Sophie.
BACA JUGA:
Peneliti senior di Citizen Lab, John Scott-Railton mengatakan bahwa korban Polandia dari Pegasus sangat terkenal karena mereka Pegasus digunakan untuk tujuan politik dalam demokrasi Eropa. Ketakutan terburuk para peneliti di mana Pegasus dapat digunakan secara besar-besaran untuk mempengaruhi politik dan hak asasi manusia.
"Pegasus juga digunakan untuk mengikis lembaga-lembaga internasional utama dan orang-orang yang bekerja di sana. Secara bersama-sama, di samping berita ekonomi suram NSO baru-baru ini, gambarannya adalah sebuah perusahaan yang berperilaku sembrono dan mengabaikan kerugian luar biasa yang ditimbulkannya," ujar Scott- Railton.
"NSO baru saja menjadikan dirinya sendiri sebagai contoh betapa buruknya industri ini," imbuhnya.
Sebelumnya diwartakan, NSO Group telah masuk daftar hitam oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) bulan lalu, setelah terungkap bahwa Pegasus digunakan untuk meretas telepon beberapa pejabat Departemen Luar Negeri AS di Uganda. NSO Group sekarang menghadapi masalah yang signifikan, termasuk tuntutan hukum dari Apple.