Bagikan:

JAKARTA - Spyware Pegasus, yang memiliki standard militer, selama ini disewakan oleh perusahaan asal Israel, NSO Group, kepada pemerintah beberapa negara untuk melacak teroris dan penjahat. Namun pemerintah Indonesia  tidak disebut menjadi salah satu penyewa spyware itu. 

Spyware Pegasus ini juga digunakan  untuk meretas 37 ponsel cerdas milik jurnalis, aktivis hak asasi manusia, eksekutif bisnis. Bahkan termasuk dua wanita yang paling dekat dengan jurnalis Arab Saudi yang terbunuh, Jamal Khashoggi

Forbidden Stories dan Amnesty International,  yang memiliki akses ke daftar lebih dari 50.000 nomor yang terhubung ke NSO, meneliti dan menganalisis lebih lanjut data-data tersebut. Lab Keamanan Amnesty juga melakukan pemeriksaan forensik terhadap sekian banyak nomor telepon tersebut.

Berikut adalah hal-hal penting dari investigasi itu:

Telepon Teridentifikasi dari Daftar yang Luas: 

Tiga puluh tujuh smartphone yang ditargetkan muncul di daftar lebih dari 50.000 nomor yang terkonsentrasi di negara-negara yang diketahui terlibat dalam pengawasan warganya dan juga diketahui telah menjadi klien NSO Group.

Daftar itu tidak mengidentifikasi siapa yang menaruh nomor itu, dan alasannya. Bahkan tidak diketahui secara pasti berapa banyak telepon yang menjadi sasaran atau yang diawasi. 

Politisi, Jurnalis, Aktivis Masuk dalam Daftar: 

Media dapat mengidentifikasi lebih dari 1.000 orang yang tersebar di lebih dari 50 negara ada dalam daftar Pegasus. Misalnya beberapa anggota keluarga kerajaan Arab, 65 eksekutif atua pebisnis, 85 aktivis hak asasi manusia, 189 jurnalis, dan lebih dari 600 politisi dan pejabat pemerintah. Ini termasuk menteri kabinet, diplomat dan perwira militer dan keamanan, serta beberapa kepala negara dan perdana menteri.  

NSO Menyebut Kliennya yang Melanggar Kebijakan: 

Penargetan 37 smartphone tampaknya bertentangan dengan tujuan yang dinyatakan dari lisensi NSO untuk spyware Pegasus. Menurut NSO spyware mereka hanya dimaksudkan untuk digunakan dalam mengawasi teroris dan penjahat besar. 

Kepala Eksekutif NSO Shalev Hulio mengatakan pada Minggu, 18 Juli bahwa dia “sangat prihatin” dengan laporan The Washington Post. 

“Kami memeriksa setiap tuduhan, dan jika beberapa tuduhan itu benar, kami akan mengambil tindakan tegas, dan kami akan mengakhiri kontrak seperti yang kami lakukan di masa lalu,” kata Hulio. “Jika ada yang melakukan pengawasan terhadap jurnalis, bahkan jika itu bukan oleh Pegasus, hal itu mengganggu.”

Apple iPhone Terbukti Rentan: 

Penemuan daftar nomor telepon 37 ponsel yang telah ditembus atau diserang dengan spyware Pegasus memicu perdebatan apakah Apple telah melakukan usaha yang cukup untuk memastikan keamanan perangkatnya. Terbukti 34 dari 37 ponsel yang dimasuki spyware adalah iPhone.

Peretasan Membawa Implikasi di Seluruh Dunia: 

Di antara 37 telepon yang menjadi sasaran, 10 berada di India dan lima lainnya di Hongaria, sebagian besar terkait dengan jurnalis, aktivis, atau pebisnis. Temuan ini akan menambah kekhawatiran tentang pengawasan pemerintah ekstra ketat yang dilakukan dengan spyware swasta di kedua negara. Masing-masing negara menyatakan, mereka bertindak secara legal dalam melakukan aktivitas pengawasan tersebut. Namun tidak disebutkan apakah pemerintah Indonesia juga menyewa spyware ini dari NSO.