Bagikan:

JAKARTA – Selama ini banyak orang melakukan penambangan kripto dengan menggunakan perangkat komputasi berdaya tinggi seperti menggunakan VGA Nvidia GeForce RTX 3060 Ti. Ternyata ada cara lain untuk mendapatkan kripto selain dengan mining, yaitu dengan cara staking. Untuk mengetahui apa itu staking, berikut penjelasan mengenai istilah tersebut.

Sebagai informasi, staking merupakan alternatif lain dari mining yang tidak memerlukan perangkat komputasi canggih. Berbeda dengan mining, staking tidak menguras energi besar karena tidak menggunakan alat komputasi tinggi untuk menghasilkan kripto.

Untuk melakukan staking kripto baik di Binance maupun di bursa kripto lain, pengguna hanya perlu menyimpan dana dalam bentuk kripto tertentu untuk mendukung keamanan dan operasi jaringan blockchain. Pengertian simpelnya, staking merupakan tindakan mengunci kripto guna mendapatkan reward.

Pengguna bisa melakukan staking langsung dari dompet digital seperti Trust Wallet, MetaMask, dan sebagainya. Namun, sebagian bursa kripto juga menyediakan layanan staking untuk para penggunanya seperti Binance dan Crypto.com, serta exchange kripto lainnya.

Guna mengenali istilah staking lebih mendalam, sebaiknya pengguna lebih dulu memahami mekanisme Proof of Stake (PoS). PoS merupakan mekanisme konsensus yang memungkinkan blockchain untuk bekerja dengan konsumsi energi yang lebih hemat.

Pengertian Proof of Stake (PoS)

Untuk memahami PoS, ada baiknya kita mengenali cara kerja kripto pertama yaitu Bitcoin yang bekerja dengan konsensus Proof of Work (PoW). Mekaniseme PoW ini memungkinkan transaksi dikumpulkan dalam sejumlah blok, setiap blok terhubung dengan blok lain untuk membuat blockchain. Melaui PoW, penambangan atau mining bisa dilakukan.

Penambang dituntut untuk memecahkan teka-teki matematika yang kompleks dengan perangkat komputasi tinggi untuk menjaga jaringan tetap aman. Oleh karenanya, penambang mendapatkan koin sebagai reward. Semakin canggih perangkat komputer yang digunakan untuk menambang, maka semakin besar peluang untuk mendapatkan kripto yang ditambangnya. Karena menggunakan komputasi tinggi dan mengonsumsi daya besar, konsensus PoW dinilai boros energi.

Pada tahap ini, muncul Proof of Stake (PoS) sebagai alternatifnya. PoS tidak memerlukan perangkat komputasi berdaya tinggi dan lebih hemat energi, pemilik kripto hanya perlu mengunci koin (stake) dalam batas waktu yang ditentukan. Kemudian protokol akan memberikan hak kepada salah satu pengguna untuk memvalidasi blok berikutnya. Kemungkinan untuk dipilih tergantung dengan jumlah koin yang dikunci. Semakin banyak koin yang di-staking maka semakin besar juga reward yang didapat.

Nah, dengan cara Proof of Stake ini, penentuan peserta mana yang akan membuat blok bukan lagi dipilih berdasarkan komputasi tinggi sebagaimana di Proof of Work. Dalam PoS, peserta akan mendapat hak untuk membuat blok berdasarkan banyaknya jumlah koin yang di-staking.

Dengan munculnya konsensus Proof of Stake ini, Ethereum akan bermigrasi dari PoW ke PoS dalam uprade kolektif yang disebut ETH 2.0. Sejumlah kripto lain yang sudah lebih dulu menggunakan konsensus PoS di antaranya adalah Algorand, Cardano, Solana dan sejumlah kripto lain.

Hadirnya Proof of Stake tidak dapat dilepaskan dari dua nama yakni Sunny King dan Scott Nadal. Pada tahun 2012, keduanya menerbitkan makalah mengenai hal tersebut untuk jaringan Peercoin yang memanfaatkan mekanisme hybrid PoW/PoS sebagaimana dilansir dari Binance Academy.