JAKARTA – NASA telah berhasil meluncurkan pesawat ruang angkasa Double Asteroid Redirection Test (DART) di atas roket SpaceX Falcon 9 dan sekarang mengambang sendiri di luar angkasa, menjelang tabrakan yang direncanakan dengan asteroid dalam waktu kurang dari setahun dari sekarang.
DART adalah misi pertama dari jenisnya yang akan menguji apakah menabrak asteroid jahat yang berada di jalur tabrakan dengan planet Bumi akan menjadi metode yang efektif untuk menghindari bencana. Komunitas astronomi biasanya terus mengawasi jalur asteroid, terutama yang orbitnya membawa mereka dekat dengan Bumi selama perjalanannya.
Berkat observasi dan teknik pemodelan yang canggih, para ilmuwan dapat memprediksi dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi apakah penduduk bumi harus bersiap menghadapi asteroid Armageddon atau tidak.
Ambil contoh asteroid Bennu, yang memiliki peluang lebih tinggi dari biasanya untuk menabrak Bumi dengan probabilitas 0,037 persen pada tahun 2182. Peluangnya memang hampir mendekati nol, akan tetapi tidak ada kelangkaan anomali kosmik di luar sana, yang berarti jika kita memiliki strategi terlebih dahulu untuk mengatasinya, mungkin merupakan ide yang bagus. Di situlah misi DART muncul.
☀️ The warmth of sunshine on just-unrolled solar panels. Nothing like it.
Our #DARTMission has unfurled its two 28-foot-long solar arrays, the last milestone in today's successful launch. https://t.co/CwG2zVCsl7 pic.twitter.com/sqkgqdbHin
— NASA (@NASA) November 24, 2021
NASA telah meluncurkan pesawat ruang angkasa DART sebagai bagian dari percobaan untuk menguji teknik penabrak kinetik yang bertujuan untuk menabrak objek buatan manusia dengan asteroid luar angkasa untuk mengubah lintasannya jika ada yang menimbulkan ancaman benturan.
Setelah diluncurkan dari Vandenberg Space Force Base di California, pesawat ruang angkasa itu kini telah membuka panel suryanya dan sekarang menavigasi di ruang angkasa sendiri. Targetnya adalah moonlet asteroid Didymos yang berukuran sekitar 160 meter.
Pesawat ruang angkasa DART akan menabraknya saat melaju dengan kecepatan 6,6 km/detik di beberapa titik pada bulan September tahun depan. Semua tindakan itu akan terjadi sekitar 11 juta kilometer jauhnya dari Bumi saat para ilmuwan memandunya ke pesta besar menggunakan perangkat keras pencitraan DRACO (Didymos Reconnaissance & Asteroid Camera for OpNav).
Sekarang, untuk memperjelas sejak awal, target DART bukanlah ancaman bagi Bumi. Faktanya, menurut pengamatan NASA, tidak ada asteroid yang didokumentasikan berukuran lebih besar dari 140 meter yang memiliki peluang bertabrakan dengan Bumi dalam 100 tahun ke depan.
BACA JUGA:
Sejauh tabrakan berlangsung, tujuannya adalah untuk mengubah kecepatan moonlet dengan sepersekian dari satu persen, yang akan menciptakan momentum yang cukup bahwa periode orbit moonlet diubah oleh faktor beberapa menit, memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari seluruh insiden dengan menggunakan teleskop berbasis darat.
Berbicara tentang pengamatan, Deep Space Network NASA baru-baru ini melihat Objek Dekat Bumi (NEO) ke-1.000, sebuah asteroid berukuran antara 65 dan 100 kaki yang terdeteksi menggunakan gelombang radio.
Adapun pesawat ruang angkasa DART, ia bergantung pada Roll-Out Solar Arrays (ROSA) untuk menghasilkan daya untuk sistem propulsi listriknya yang mengikuti cetak biru yang mirip dengan yang digunakan untuk pesawat luar angkasa Dawn milik NASA yang sudah pensiun.
Namun, tabrakan pesawat ruang angkasa bukan satu-satunya teknik yang diuji para ilmuwan untuk menghindari kiamat asteroid. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli di Lawrence Livermore National Laboratory mengungkapkan bahwa ledakan nuklir di dekat permukaan benda angkasa yang mengancam mungkin juga merupakan metode yang efektif untuk menghindari benturan dengan Bumi.