Bagikan:

JAKARTA - Sebanyak 28 kumbang moncong atau Trigonopterus jenis baru telah ditemukan di Sulawesi oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), baru-baru ini. Penemuan ini berguna untuk mendapatkan informasi serta menjadi inventarisasi serangga di Tanah Air.

“Temuan jenis baru menjadi penting bagi kepentingan bangsa dan negara, karena sebagian besar biodiversitas kita masih belum ada yang meneliti dan potensinya begitu banyak. Selain itu studi taksonomi dan sistematika adalah fondasi awal bagi studi lanjutan seperti konservasi hingga bioprospeksi,” ungkap Kepala Pusat Riset Biologi BRIN, Anang Setiawan Achmadi dalam keterangannya, Sabtu, 6 November.

Penemuan jenis baru tersebut menggenapi temuan sebelumnya, yaitu 103 jenis kumbang Trigonopterus pada tahun 2019, sehingga total jumlah Trigonopterus yang telah terdeskripsi di Pulau Sulawesi menjadi 132 jenis. Mayoritas lokasi penemuan kumbang moncong berasal dari Gunung Dako dan Gunung Pompangeo, Sulawesi Tengah.

“Kumbang Trigonopterus merupakan kumbang moncong yang tidak dapat terbang dan tinggal di lokasi-lokasi terisolir di hutan pegunungan dan telah berevolusi secara cepat selama jutaan tahun, sehingga tingkat endemisitas dan biodiversitasnya sangatlah tinggi,” ujar salah satu peneliti BRIN, Raden Pramesa Narakusumo.

Beberapa penamaan unik diberikan kepada ke-28 jenis baru tersebut. Salah satu diantaranya diberi nama Trigonopterus gundala yang terilhami dari warna tubuh kumbang yang mirip dengan tokoh superhero Indonesia, Gundala Putra Petir.

Kemudian, Trigonopterus unyil-karena salah satu jenis kumbang memiliki tubuh yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya. Selain itu, ada juga kumbang yang diberi nama Trigonopterus moduai, terinspirasi dari tarian khas Toli-toli.

Kemudian Trigonopterus ewok yang namanya diambil dari tokoh fiksi film Star Wars, serta Trigonopterus corona sesuai waktu ditemukannya jenis baru, yaitu saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia.

“Penamaan unik tersebut diberikan karena memberikan nama pada jenis-jenis baru yang berjumlah ratusan menjadi tantangan tersendiri, karena nama setiap jenis tidak boleh sama seperti dijelaskan oleh International Code of Zoological Nomenclature," jelas Pramesa.

"Oleh karena itu selain menggunakan penamaan jenis dari karakter ataupun nama lokasi dapat juga menggunakan nama-nama unik seperti nama dari tokoh fiksi, tarian daerah ataupun nama tokoh,” imbuhnya.

Para peneliti telah melakukan analisis fragmen DNA mitokondria barcode, COX I. Serta analisis komparasi morfologi terutama dengan cara diseksi genitalia dan juga makro fotografi beresolusi tinggi sebelum menarik kesimpulan delineasi atas jenis-jenis baru tersebut.

Mereka, para peneliti juga meyakini temuan jenis-jenis baru yang telah dipublikasikan pada Zookeys bulan Oktober 2021 ini, masih hanya sebagian dari keseluruhan jenis Trigonopterus di pulau Sulawesi.