Bagikan:

JAKARTA - Industri otomotif Indonesia kini sedang diramaikan oleh mobilitas listrik yang dikenal ramah lingkungan, tak terkecuali dari kendaraan roda dua.

Meskipun banyak merek yang telah menghadirkan motor listrik, Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik (AEML) menilai bahwa motor listrik masih kurang diminati oleh masyarakat tanah air. Namun, ada beberapa faktor mengapa hal ini bisa terjadi.

Sekretaris Jenderal AEML Rian Ernest, mengatakan bahwa masyarakat Indonesia belum melihat nilai secondary market motor listrik atau publik ingin menjual kendaraannya kembali dengan harga yang tidak berbeda jauh dengan harga aslinya.

“Motor listrik masih jauh dari optimal. Banyak teman calon konsumen motor EV belum melihat secondary market yg siap,” kata Rian kepada media di SCBD, Jakarta, Kamis, 22 Agustus lalu.

Ia juga mengatakan bahwa banyak pemilik motor yang menganggap kendaraannya adalah aset, sehingga tidak mengejutkan bila publik masih belum bisa berpaling dari motor konsvensional.

“Indonesia lumayan unik pasarnya, jadi secondary market untuk motor konvensional masih cukup baik, harganya masih bagus. EV masih belum terbentuk,” tambah Rian.

Rian juga membandingkan dengan negara-negara lain yang menganggap pembelian kendaraan dianggap sebagai kendaraan operasional dan menganggap bahwa harga kendaraan akan turun 30 persen adalah hal normal.

“Padahal jika dibandingkan dengan negara-negara lain, pembelian kendaraan itu dianggap sebagai biaya operasional saja dalam arti begitu dibeli dan dibawa pulang, pasti harganya sudah turun 30 persen, dan itu normal,” terang Rian.

Selain itu, ia menyebut bahwa penyerapan insentif untuk kendaraan listrik masih ada perubahan sehingga daya minat masyarakat dalam membeli motor listrik menjadi berkurang.

“Selain itu, ada perubahan persyaratan yang membuat masyarakat bingung, namun tahun ini persyaratannya lebih oke dan jelas. Tetapi kuotanya tidak banyak,”

Rian juga mendorong insentif ini harus tetap ada walaupun di bawah pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia selama 2024-2029.

“Publik juga sudah mengetahui ada insentif Rp7 juta. Kalo disetop, momentumnya bisa hilang. Ini aspirasi kami, jadi kami tetap berkomunikasi baik dengan Kemenkomarves dan Kementerian Perindustrian untuk mempertahankan insentif ini,” pungkas Rian.