Bagikan:

Selalu ada hal menarik yang menyedot perhatian di panggung politik Indonesia. Salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah kemungkinan Gibran Rakabuming, putra Presiden Joko Widodo, menjadi calon wakil presiden (cawapres) yang bakal mendampingi Prabowo Subianto dalam pemilihan mendatang. Segalanya seakan bergantung pada langkah Mahkamah Konstitusi (MK) dalam merespons gugatan mengenai batas usia calon cawapres. Namun, yang menjadi pertanyaan pokok: Apakah MK akan merespons dengan mengubah atau menghapus aturan usia calon presiden dan cawapres?

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai tempat Gibran Rakabuming bernaung, telah menekankan agar masyarakat tidak larut dalam spekulasi yang tak kunjung berakhir. Mereka seolah memberikan petunjuk bahwa perubahan ini bisa jadi semakin mendekat. Namun, klaim bahwa Gibran tidak diundang dalam pertemuan caleg di Jawa Tengah karena isu cawapres oleh pihak Prabowo Subianto juga telah mendapat penegasan dari PDIP. Ini semakin menarik dan mengundang pertanyaan: Sejauh mana potensi Gibran sebagai cawapres?

Tak bisa dipungkiri, isu mengenai Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto sangat mencuat. Gibran mungkin menjadi opsi alternatif jika terjadi kebuntuan dalam pemilihan pendamping Prabowo. Fakta bahwa Prabowo diusung oleh empat partai besar—Gerindra, PKB, Golkar, dan PAN—seakan menjadi kesepakatan untuk mengusung Prabowo sebagai capres. Namun, dalam hal cawapres, setiap partai koalisi mengajukan kandidat masing-masing. PKB memosisikan Ketumnya, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, sebagai calon potensial. Di sisi lain, Golkar mengajukan dua nama, yakni Airlangga Hartarto dan Ridwan Kamil. Sedangkan PAN, konon, mengusulkan nama Erick Thohir.

Namun, lebih dari sekadar sorotan pada figur menonjol, muncul pula isu yang lebih mendalam berkaitan dengan aturan usia bagi calon pemimpin. Dalam perdebatan ini, peran MK menjadi sangat penting, apakah mereka akan mengabulkan gugatan untuk melakukan perubahan atau penghapusan batas usia calon presiden dan cawapres.

Perlu diketahui bahwa dalam undang-undang Pemilu, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 menetapkan bahwa calon presiden dan cawapres harus berusia minimal 40 tahun. Namun, sejumlah warga negara Indonesia telah mengajukan uji materi terhadap pasal tersebut. Permohonan ini telah terdaftar di MK pada bulan Maret dan Mei 2023. Dengan begitu, perhatian pun terfokus pada Gibran sebagai salah satu figur terlibat dalam gugatan ini.

Bagi banyak pihak, mengusung Gibran Rakabuming sebagai cawapres memiliki potensi untuk memanfaatkan dukungan militan dan meluas dari pendukung Presiden Jokowi. Namun, perlu diingat bahwa Gibran Rakabuming, yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo dan lahir pada Oktober 1987, belum memenuhi syarat yang ditetapkan oleh UU pemilu untuk maju sebagai capres atau cawapres.

Meski kontroversi, proposal perubahan batas usia cawapres yang diajukan ke MK memiliki potensi untuk mengubah panorama politik secara signifikan. Pertanyaannya adalah, apakah ini akan menjadi titik balik dalam dinamika pertarungan politik, atau justru hanya angan belaka?

Namun, isu ini melampaui sekadar kebijakan semata. Bawaslu, sebagai pengawas pemilu, ikut berbicara, menunjukkan keprihatinannya terhadap upaya perubahan batas usia minimum calon presiden dan cawapres. Ini membawa kita pada pertanyaan lebih mendalam: Apa alasan sebenarnya di balik perubahan ini dan dampaknya? Apakah ini hanya tentang persiapan pemilihan atau memiliki konsekuensi yang lebih luas?

Lebih dari itu, isu ini mengindikasikan perubahan dalam lanskap politik. Profil Gibran sebagai kepala daerah tidak boleh diabaikan begitu saja. Penting untuk mengingat jejak kepemimpinannya dan pertemuan-pertemuan berpengaruh dengan tokoh-tokoh politik.

Di samping itu, Puan Maharani, Ketua PDIP, memberi peluang bagi kemungkinan Gibran menjadi cawapres yang akan mendampingi Ganjar Pranowo. Ini menghadirkan dimensi baru dalam perdebatan, mengajukan pertanyaan tentang kekuatan politik di balik layar.

Namun, keputusan akhir tetaplah ada di tangan partai politik yang memiliki kewenangan menentukan pasangan calon. Meski masih dalam tahap awal, potensi Gibran Rakabuming menjadi cawapres semakin tampak nyata jika MK mengabulkan gugatan uji materi terkait batas usia capres dan cawapres serta dukungan luas. Setidaknya perdebatan di kalangan elit politik. Pertanyaan mendasar pun muncul: Apakah asumsi yang selama ini ada akan terbukti benar? Hanya waktu yang bisa menjawab. Ingat, panggung politik selalu menyajikan kejutan.