JAKARTA - Atalanta tak diunggulkan di laga final Liga Europa. Bayer Leverkusen yang menjadi favorit juara. Namun Atalanta yang memenanginya sekaligus membawa Gian Piero Gasperini sebagai pelatih tertua yang membawa tim juara Liga Europa.
Atalanta mencetak rekor. Gasperini menjadi pelatih tertua setelah membawa Atalanta menjadi juara Liga Europa dengan mengalahkan Bayer Leverkuen 3-0 dalam duel final yang digelar di Stadion Aviva, Dublin, Kais, 23 Mei 2024 dini hari WIB.
Gasperini yang berusia 66 tahun dan 117 hari mematahkan rekor pelatih Jose Luis Mendilibar yang membawa Sevilla menjadi juara Liga Europa musim lalu. Saat itu Mendilibar berusia 62 tahun dan 78 hari.
Rekor berikutnya tak lain keberhasilan pertama La Dea menjuarai kompetisi kasta kedua Eropa. Ini juga trofi kedua dari klub yang sudah berusia 116 tahun ini. Trofi pertama Atalanta, yaitu Coppa Italia yang diraih pada 1963.
"Kami telah menuliskan sejarah. Bagaimana kami menjadi juara itu pun sungguh istimewa Kami mengalahkan Liverpool dan Sporting saat mereka menduduki puncak klasemen," kata Gasperini.
"Dan, kini kami mengalahkan juara Bundesliga Jerman. Pemain sungguh luar biasa. Ini menjadi penampilan yang tak terlupakan," ucap dia.
Lalu apa yang menjadi kunci kemenangan Atalanta mengingat mereka tak diunggulkan di laga final. Atalanta juga datang ke Dublin dengan kondisi mental kurang bagus setelah mengalami kekalahan 1-0 dari Juventus di final Coppa Italia.
Menurut Gasperini tim tetap bermain menyerang di laga final. Dirinya mempertahankan taktik dan strategi tersebut meski tim gagal saat menghadapi Juventus.
Striker tim nasional Italia Gianluca Scamacca mengambil peran sebagai centre forward. Dirinya ditopang dua pemain sayap Ademola Lookman dan Charles De Ketelaere. Sedangkan Teun Koopmeiners menempati posisi sebagai gelandang serang.
Ini menjadikan Atalanta sangat fasih bermain ofensif yang pada akhirnya menyulitkan Leverkusen.
Apalagi Lookman sukses membobol gawang Leverkusen saat laga baru berjalan 12 menit. Gol itu membuat Leverkusen tertekan dan mereka tak pernah bangkit untuk keluar dari tekanan.
"Kami memang sering bermain dengan tiga pemain depan atau trident. Taktik itu yang harus dimainkan bila ingin menang di final," kata Gasperini.
"Kami harus bermain menyerang karena tidak cukup untuk sekadar bertahan. Kami tahu menghadapi tim yang sangat bagus menyerang. Tetapi mereka tak bisa berbuat banyak bila memaksa mereka bertahan," ucapnya.
"Bagaimana kami melakukannya itu yang paling penting. Kami pantas menang karena kami tak pernah ragu saat menghadapi tim kuat seperti mereka. Kami akhirnya bisa melakukannya dan memenangkan Liga Europa menjadi pencapaian yang istimewa," ujar dia lagi.
BACA JUGA:
Gasperini membawa Atalanta menjadi tim ke-11 Serie A Italia yang menjadi juara Liga Europa yang sebelumnya dikenal Piala UEFA.
Mereka menjadi juara setelah menunggu 25 tahun saat Parma menjadi tim Italia terakhir yang memenangi Piala UEFA.