Bagikan:

JAKARTA - Proyek naturalisasi kian mulus selepas munculnya produk hukum berwujud Permenpora Nomor 10 tahun 2023. Polemik naturalisasi makin panas karena Undang-Undang pun ternyata bisa diakali.

Kelahiran payung hukum tersebut membuat naturalisasi di sepak bola khususnya, atau olahraga pada umumnya, menjadi sebuah program tersistem.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan "dibelokkan" dengan penguatan dari kehadiran Permenpora demi melancarkan segala "kebutuhan" naturalisasi di olahraga.

Sebelumnya, program naturalisasi yang kini kian masif menimbulkan tanda tanya besar terkait di mana posisi pembinaan, kompetisi, Direktur Teknik, hingga Komite Eksekutif PSSI.

Hanya saja, polemik naturalisasi sepertinya tidak akan mereda setelah Menpora Dito Ariotedjo memberikan pernyataan dalam sebuah kesempatan di acara Diskusi Turun Minum beberapa waktu lalu.

Memang, ada janjinya, yang layak untuk ditunggu realisasinya, menyebut naturalisasi kali ini penuh perhitungan.

Sebagai wajah Pemerintah, Menpora menegaskan bahwa Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) berkomitmen naturalisasi tidak akan mematikan talenta lokal.

"Memang saya juga melihat belakangan ini ada pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat khususnya penggemar bola maupun netizen (terkait naturalisasi)."

"Jadi, prinsipnya secara garis besar komitmen kami bukan kami ingin mematikan pembinaan lokal. Jadi, itu sama sekali tidak benar,” kata Dito Ariotedjo.

Namun, janji untuk fokus pembinaan telanta lokal bukan berarti menghentikan proyek naturalisasi. Malahan, kebijakan baru dari Menpora bikin praktik tersebut kian subur ke depan.

Selepas penunjukan Tenaga Ahli Kemenpora Bidang Diaspora dan Kepemudaan, Hamdan Hamedan, proyek naturalisasi bakal menjadi pemandangan yang makin marak ke depan.

Kemenpora bahkan tak hanya melakukan naturalisasi untuk cabang olahraga sepak bola, tapi juga cabang lain seperti renang dan atletik.

"Memang perintah dan kebijakan kami bukan hanya di sepak bola, tapi juga di semua cabang olahraga. Khususnya mungkin salah satu yang sudah saya sampaikan saat di DPR, ini mungkin kita butuh akselerasi untuk databese diaspora untuk renang dan atletik."

"Dari cabor renang dan atletik itulah nomor-nomor terbanyak di tiap event khususnya Asian Games dan Olimpiade. Di situlah mungkin kita bisa mengangkat langsung secara cepat peringkat kita kalau memang kita memiliki atlet yang sekiranya bisa bersaing dengan negara-negara yang mungkin potensi fisiknya lebih besar," tutur Menpora.

Rencana itu lantas diperkuat lagi dengan dalih pengetatan kriteria naturalisasi. Menpora menyebut akan lebih selektif dalam memilih atlet untuk dinaturalisasi.

Saat ini, Kemenpora memiliki sekitar 600-an nama diaspora yang sedang digodok untuk naturalisasi dari semua cabang olahraga.

Selain itu, Menpora menegaskan lebih fokus naturalisasi pemain dengan usia produktif atau muda dengan kepentingan tim nasional, bukan lagi klub.

"Justru kami ini ingin menggali dan mengumpulkan yang memang potensi para diaspora ini. Mungkin, kalau zaman dulu banyak praktik naturalisasi atau pemain warga asing langsung bermain di klub atau cabor mana pun."

"Kalau saat ini kami di Kemenpora ingin fokus benar-benar mencari atlet-atlet muda yang memang memiliki keturunan langsung dan memang punya hubungan langsung dengan (darah) Indonesia.

"Fokus kami kalau bisa kami mencari di usia-usia masih bisa ganda bukan senior. Itu komitmen kami dan sudah saya sampaikan di DPR. Komitmen saya, selama saya di sini, saya tidak ingin melakukan naturalisasi yang maaf, ya, yang bener-bener bule begitu."

"Jadi, harus yang memang half-blood serta turunan pertama dan kedua. Itu kewajiban. Kalau di luar itu, mungkin tidak akan saya proses," ujar Menpora.

Jelas, bila menilik beragam program, proyek naturalisasi tampak menjadi prioritas. Apalagi ada rencana dari Menpora untuk mencampur kultur demi upaya akselerasi peningkatan kualitas.

Upaya itu kemudian dibalut dengan embel-embel hak setiap orang di mata hukum yang mana tidak bisa ditentang.

"Jadi sesuai peraturan, ini justru kita ingin me-mix culture di mana saya rasa kultur Indonesia sangat baik. Namun, kultur di luar juga mungkin banyak yang bisa dicontohkan untuk atlet-atlet lokal kita, ya."

"Jadi, ini adalah langkah kita memberikan yang paling penting adalah hak yang sama. Diaspora, yang memang orang tuanya lahir di Indonesia, tapi (anaknya) lahir di luar (negeri), itu 'kan memiliki hak yang sama harusnya. Jadi, yang pasti pembinaan lokal kita, kita fokus, tidak akan hilang, memang kita padukan dengan potensi diaspora," ujar Dito Ariotedjo.

Janji Menpora untuk fokus pembenahan dalam pembinaan atlet layak dinanti. Polemik naturalisasi bisa teredam jika pembinaan berjalan baik.

Naturalisasi hanyalah salah satu cara dan bukan yang utama. Peran Direktur Teknik dan Komite Eksekutif PSSI juga perlu diperjelas dalam ranahnya memperbaiki kualitas pembinaan dan kompetisi. Jangan ke depan naturalisasi kembali menjadi "primadona".

Polemik naturalisasi ini akan dibahas VOI dengan berbagai sudut pandang.