Naturalisasi Gencar, Pembinaan Buyar
Tommy Welly kritisi pembinaan sepak bola di tengah gencarnya proyek naturalisasi (VOI/Ulfa Gusti).

Bagikan:

JAKARTA - Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) belakangan tengah gencar melakukan naturalisasi kepada pemain keturunan.

Langkah ini masih menimbulkan pro dan kontra meski punya tujuan akhir memperkuat Timnas Indonesia. 

Masifnya federasi melakukan naturalisasi dianggap sebagai jalan pintas dan punya kans besar mengesampingkan babak-bakat yang lahir dari grassroot dan kompetisi di Tanah Air.

Pernyataan tersebut diungkap Tommy Welly selaku pengamat sepak bola Indonesia di acara Diskusi Turun Minum di kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 21 Desember 2023.

“Sepengetahuan saya, wajah sepak bola atau struktur sepak bola sebuah negara adalah piramida. Di mana yang paling bawah grassroot (akar rumut), ini pasti jumlah yang sangat besar karena hampir setiap anak main bola. Usianya 8 sampai 12 tahun,” singgung pria yang akrab disapa Bung Towel itu.

“Lalu, nanti ada levelnya lagi ke youth, yaitu usia 13 sampai 17 tahun. SSB dan mereka (pesepak bola) akan kembali teredukasi lagi di level elite. Misalnya EPA atau tim nasional kelompok umur. Nanti yang berhasil naik lagi, mereka ke elite profesional klub. Ini menunjukan piramida yang mengecil.”

"Namun, apakah semua akan masuk (ke profesional klub)? Belum tentu. Nah, yang paling atas adalah tim nasional," lanjutnya.

Dari perjalanan level grassroot itu, pemain yang bertalenta akan bisa berlabuh ke klub demi pembuktian diri dengan kualitas mumpuni yang juga bakal membuka kemungkinan tampil di level tim nasional.

Dengan gencarnya PSSI melakukan naturalisasi pemain berdarah campuran, situasi ini dianggap Bung Towel bisa menghilangkan fungsi kompetisi sesungguhnya dalam melahirkan pemain.

“Jadi, tim nasional tidak pernah jadi faktor sendiri. Timnas itu bagian dari proses ini (munculnya pemain dari grassroot dan kompetisi lokal)."

"Cuma ingat balik lagi, PSSI bisa naturalisasi 15 sampai 18 pemain sekaligus. Exco PSSI bisa putuskan 11 starter pemain naturalisasi semua."

"Namun, pada saat bersamaan akan datang pertanyaan kepada PSSI dan pecinta sepak bola, di mana posisi kompetisi kita?” Apa kontribusinya (kompetisi dan grassroot)?” kata Bung Towel.

Lebih lanjut, ia juga mengungkap kekhawatiran kepada PSSI yang dianggap terlalu fokus kepada prestasi tim nasional.

Padahal, menurutnya PSSI juga harus bertanggung jawab kepada sepak bola Indonesia secara menyeluruh, termasuk mengembangkan potensi kompetisi di dalam negeri.

“PSSI punya tanggung jawab memajukan sepak bola nasional, salah satunya membuat tim nasionla kita kuat."

"Jadi mestinya untuk naturalisasi kita sudah tidak debat soal layak atau tidaknya karena koridor hukumnya sudah jelas.”

“Namun, kita mempertanyakan arah pengembangan sepak bola kita. Kalau PSSI yang sekarang memutuskan semua naturalisasi bisa saja."

"Lalu, pertanyaannya akan datang di mana posisi kompetisi kita itu? Kalau naturalisasi hanya dijadikan mercusuar tapi pondasinya dilupakan, maka tidak akan jadi apa-apa,” tandasnya.

Naturalisasi atau pewarganegaraan di mata hukum memang menjadi hak setiap orang. Menurut Undang-Undang ada beberapa jalan mendapatkan warga negara Indonesia. 

Dari mulai aturan lama tinggal, garis keturunan, perkawinan, sampai yang dipakai di bidang olahraga yang sebetulnya sudah jelas mengacu kepada penghargaan dan prestasi.

Namun, kemudahan mendapat pewarganegaraan untuk nama-nama atlet yang disodorkan PSSI, apalagi kemunculan Permenpora Nomor 10 tahun 2023, membuat pembinaan sepak bola Tanah Air menjadi tanda tanya.

Akselerasi meng-upgrade level tim nasional sah-sah saja, tapi apakah naturalisasi sebelumnya sudah efektif menjadi jalan pintas menaikkan level tim nasional?

Lalu, selagi gencar melakukan naturalisasi, apakah federasi, dalam hal ini sebagai organisasi yang bertanggung jawab, sudah menjalankan dengan benar program-program pembinaan?

Senada dengan Tommy Welly, Presidium Nasional Suporter Sepak Bola Indonesia (PNSSI) juga mengkritisi soal pembinaan di tengah gencarnya lagi proyek naturalisasi.

"Kalau bicara naturalisasi tim nasional, praktik ini tidak baru. Era Nurdin Halid sudah ada bicara hal ini. Akan tetapi, naturalisasi itu harus dipandang secara utuh."

"Apa yang disodorkan (pemain-pemain untuk dinaturalisasi) oleh Exco dan Menpora itu memang diaspora mayoritasnya. Nah dari fans begini, timnas ini, fans akan dukung apa pun dan bagaimanapun timnas berlaga. Tidak pernah meributkan naturalisasi dan pemainnya produk siapa-siapa."

"Kemudian jangka panjangnya tidak cukup sampai di situ. Perlu ada fasilitas infrastruktur dan pembinaan."

"Nah, pembinaan itu harus berkelanjutan. Kalau Asprov (Asosiasi Provinsi PSSI) sudah dikasih pendanaan, harusnya sudah melakukan pembinaan atau menggelar kompetisi usia dini secara berjenjang supaya ujungnya ketemu."

"Namun, yang dilihat sekarang secara keseluruhan, 'kan belum. Makanya, sebagai fans kami kontrol sosial untuk federasi. Jadi, untuk kebaikan sepak bola nasional, kita harus berjalan bersama-sama sesuai tupoksi masing-masing," ujar Richard Ahcmad, Sekjen PNSSI.

Naturalisasi memang selalu menjadi polemik. VOI akan membahas secara utuh terkait polemik naturalisasi, khususnya atlet sepak bola.