Bagikan:

YOGYAKARTA – Belum lama ini, Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PP Perbasi) membekukan kegiatan klub Louvre Surabaya. Hal ini dilakukan karena ada indikasi tim tersebut melakukan match fixing selama bertanding di ASEAN Basketball League (ABL) 2023.

“Sehubungan dengan investigasi yang sedang dilakukan oleh PP PERBASI, maka dengan ini semua kegiatan klub Louvre Surabaya secara resmi dibekukan sampai dengan batas waktu yang belum bisa ditentukan,” kata Sekjen PP Perbasi Nirmala Dewi di Jakarta, Kamis, 23 Februari 2023, dikutip dari Antara.

Ketum PP Perbasi Danny Kosasih menjelaskan penghentian sementara aktivitas Louvre Surabaya itu diharapkan bisa membantu proses investigasi dugaan match fixing terhadap klub tersebut.

"Kami akan lakukan investigasi lebih lanjut terkait indikasi match fixing ini,” kata Danny.

Lantas, apa itu match fixing?

Apa itu Match Fixing?

Dalam sebuah kompetisi, match fixing adalah pengaturan pertandingan sehingga memunculkan skor atau hasil yang diinginkan, sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber, Sabtu, 4 Maret 2023.

Match fixing bisa terjadi dalam kompetisi basket, sepak bola, bulu tangkis atau olahraga mana saja.

Tujuan match fixing dalam kompetisi tak lepas dari judi. Bandar maupun petaruh di dunia judi, akan mengatur hasil pertandingan untuk memperoleh keuntungan.

Kendati demikian, ada pula pengaturan pertandingan agar ke depannya tidak bertemu dengan tim kuat.

Salah satu skandal match fixing di Indonesia yang pernah terungkap dan diekspose media terjadi di kompetisi Indonesian Basketball League (IBL) 2017.

Kala itu, ada delapan pemain basket klub JNE Siliwangi Bandung plus satu ofisial yang melakukan match fixing selama kompetisi. Para pemain tersebut yakni Ferdinand Damanik, Tri Wilopo, Gian Gumilar, Haritsa Herlusdityo, Untung Gendro Maryono, Fredy, Vinton Nolan Surawi, dan Robertus Riza Raharjo.

Adapun official tim yang terlibat Bernama Zulhilmi Fatturohman. Mereka yang terlibat dalam match fixing lantas mendapat hukuman dan dilarang terlibat dalam kompetisi IBL sepanjang hidup mereka.

Kasus lainnya, pada tahun 2021 lalu, 5 pebasket dari klub Pacific Caesar, yakni Aga Siedartha, Arisanda, Gabriel Senduk, Yoseph Wijaya, dan Aziz Wardhana. Serta satu pemain dari Bali United yaitu Yerikho Tuasela dedenda 100 juta dan dilarang tampil di IBL seumur hidup mereka karena melakukan match fixing.

Para pebsket ini terbukti melakukan pelanggaran dalam regular season kompetisi. Aksi mereka terbongkar setelah IBL dan Perbasi menginvestigasi para pelaku.

Lantas, bagaimana cara kerja match fixing?

Sedianya, match fixing atau pengaturan pertandingan terjadi melalui pihak tertentu yang membayar pemain agar tidak bermain secara maksimal dalam laga.

Ada pula, pemain yang disuap untuk berpura-pura cedera atau sakit sehingga tidak bisa ikut berlaga jauh sebelum pertandingan dimulai.

Tak hanya pemain, wasit juga bisa menjadi target dari pihak tertentu agar memberikan keuntungan sebuah tim.

Intinya, semua yang terlibat dalam pertandingan bisa dicurigai melakukan match fixing. Pengaturan pertandingan akan semakin sukses jika banyak pihak yang terlibat.

Demikian informasi tentang match fixing beserta contoh kasusnya. Perlu diingat Kembali, apa itu match fixing adalah pengaturan pertandingan sehingga memunculkan skor atau hasil yang diinginkan. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan pembaca setia VOI.ID.