2 Hari Menuju Piala Dunia 2022: Isu LGBT Bikin Pub dan Bar di Inggris Tolak Bikin Nobar
Ilustrasi. (Foto: Pexels/Marcus Herzberg)

Bagikan:

JAKARTA – Pub dan bar di seluruh Inggris menolak untuk menayangkan laga Piala Dunia 2022 Qatar. Ini sebagai bentuk protes atas catatan buruk hak asasi manusia negara tuan rumah terhadap komunitas LGBT.

Dalam laporan terbaru yang ditulis oleh Daily Star, beberapa pub dan bar di Inggris telah berjanji untuk menciptakan 'ruang aman' di tempat mereka dengan cara tidak menayangkan pertandingan Piala Dunia

Salah satu bar yang mengambil sikap tersebut adalah The Glory milik John Sizzle, 54, yang berbasis di London. Bar itu memutuskan tidak menayangkan Piala Dunia Qatar karena permintaan beberapa penggemar.

"Sangat mengecewakan bahwa hak asasi manusia belum dipertimbangkan saat mengadakan acara sebesar ini," katanya dilansir Daily Star, Kamis, 17 November 2022.

"Ini sangat bermasalah. Kami menayangkan Piala Eropa wanita di sini karena itu benar-benar pesta besar, tapi kami tidak ingin menghasilkan uang dari Piala Dunia ini," ia menambahkan.

Langkah serupa juga diambil Nicola Moxham yang menjalankan Mustard Pot di Leeds. Tempat ini biasanya akan menjadi nonton bareng beberapa penggemar saat Inggris tampil di ajang internasional.

Nicola bahkan telah menjual tiket untuk menayangkan Piala Dunia, tetapi kemudian berubah pikiran setelah pelanggannya menyampaikan kekhawatiran mereka.

"Saya mulai menyelidikinya sedikit lebih dalam dan menyadari bahwa itu menyusahkan banyak orang. Jadi, kami mempertimbangkannya dan memutuskan tidak menayangkannya," katanya.

Kompetisi paling bergengsi empat tahunan itu akan dimulai Minggu, 20 November mendatang. Namun, ajang itu sepak bola terbesar terlanjur menjadi kontroversi lantaran Qatar dianggap tidak ramah bagi komunitas LGBT dan punya catatan hak asasi manusia yang buruk.

Seperti diketahui, negara di Timur Tengah itu melarang hubungan seksual sesama jenis dengan ganjaran sanksi ditangkap dan menghadapi hukuman berat. Sanksi itu bisa berupa kurungan penjara atau bahkan hukuman mati.

Regulasi ini membuat banyak kelompok suporter LGBT berang. Mereka kompak mendesak para pemain dan staf untuk mengambil sikap yang lebih besar terhadap Qatar selaku penyelenggara.