Bagikan:

JAKARTA — Amnesty Internasional mendesak Presiden FIFA Gianni Infantino berkomitmen membayar kompensasi ke pekerja migran yang telah mati-matian membagun semua stadion untuk Piala Dunia 2022 Qatar.

Desakan ini disampaikan Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard dalam sebuah op-ed yang diterbitkan di media internasional pada hari Jumat, 11 November.

"Di tengah hiruk-pikuk yang berkembang saat ini, suara paling penting dari semuanya tetap diam: Gianni Infantino," tulis Callamard dilansir RFI, Jumat, 11 November.

"Meskipun jaminan pribadi dan publik dari FIFA bahwa mereka 'mempertimbangkan proposal', Infantino, selain beberapa basa-basi, secara konsisten menghindari topik tersebut. Sampai saat ini, dia tidak memberikan tanggapan atas surat bersama kami," tambah Callamard.

Sebelumnya pada Mei lalu lembaga tersebut dan 24 lembaga lainnya termasuk Human Rights Watch menulis surat kepada Infantino agar dirinya harus membuat program remediasi untuk "pelanggaran" yang diderita oleh para pekerja.

Ketika itu, kelompok-kelompok tersebut mengatakan bahwa banyak pekerja migran, yang sebagian besar dari Asia Selatan dan Asia Tenggara dan Afrika, telah dieksploitasi dan mengalami penyalahgunaan pekerja yang bersifat masif.

Pekerja dilaporkan mengeluhkan kondisi kerja yang seperti kerja paksa, upah yang hilang, tidak dibayar, dan jam kerja yang panjang tanpa hari libur.

Amplifikasi hak pekerja migran ini turut disampaikan oleh beberapa sponsor ajang empat tahunan itu. Dukungan juga disampaikan tim nasional Australia yang bulan ini merilis video yang mengatakan penunjukkan Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia berakibat pada beberapa pekerja yang harus menderita kerugian.

Namun, di awal bulan ini, Infantino justru membuat marah kelompok-kelompok hak asasi manusia lantaran seruannya yang meminta 32 negara yang bersaing di Qatar untuk "fokus pada sepak bola".

Callamard mengatakan surat dari pihaknya adalah upaya kasar untuk kesalahan FIFA yang mengabaikan pelanggaran dan tanggung jawab terhadap para pekerja migran.

"Mengingat sejarah pelanggaran hak-hak buruh yang terdokumentasi dengan baik di Qatar, FIFA tahu atau seharusnya tahu risiko yang jelas bagi pekerja ketika menunjuk Qatar menjadi tuan rumah turnamen," kata dia.

Qatar sendiri telah menolak desakan terkait dana kompensasi bagi pekerja migran yang meninggal atau terluka dalam mega proyek Piala Dunia.

Callamard mengungkap bahwa jumlah orang dan cakupan pelanggaran yang banyak membuat upaya desakan membayar kompensasi menjadi semakin rumit. Namun, hal itu tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk tidak bersuara.

"Yang kami minta pada tahap ini adalah komitmen kuat dari FIFA bahwa pekerja yang dilecehkan akan diberi kompensasi dan bahwa program untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut harus didanai," ujar dia.

"Program harus mencakup sebuah sentra di mana para pekerja dapat belajar tentang hak-hak mereka dan mencari bantuan hukum. Semua ini dapat dilakukan dengan cepat," imbuh dia.