Bagikan:

JAKARTA - Hari ini 16 Mei 59 tahun lalu, atau pada 1962, Erwin Gutawa Sumapraja lahir. Erwin merupakan seorang komponis kenamaan tanah air. Kehadirannya mampu memberi warna bagi musik Indonesia. Ia menjadi otak dari kesohornya konser-konser artis besar, seperti Ruth Sahanaya, Chrisye, dan Rossa. Bagaimana perjalan hidupnya?

Jauh sebelum menjadi komponis, Erwin justru mengawali karier sebagai aktor. Peruntungannya di dunia seni peran itu juga cukup moncer.

Bakat Erwin Gutawa telah dilihat banyak orang dari usia belia. Khalayak Indonesia sudah sering melihat Erwin kecil tampil dilayar kaca. Terutama pada acara Bina Vokalia di awal 1970-an. 

Kala itu, Erwin menjadi bintang dari sebuah drama musikal Si Pincang. Di situ Erwin bernyanyi sekaligus menjadi aktor. Setelahnya, wajah Erwin Gutawa makin sering nongol di layar kaca memainkan peran bersama bintang-bintang cilik lainnya, seperti Nanien Sudiar dan Ria Irawan.

Dalam perjalanannya kariernya itu, Erwin mengaku mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Dukungan paling besar kepadanya datang dari pendiri Bina Vokalia, Pranadjaya. Sosok itulah yang banyak membuka mata Erwin Gutawa pada dunia musik.

"Pak Prana yang membuat batin saya terbuka pada musik. Bukan proses instan, tapi melalui jalan panjang, lewat disiplin latihan, belajar dan bergaul dengan teman sebaya di sanggar," ungkap Erwin Gutawa dikutip Nugroho Dewanto dalam tulisannya di Majalah Tempo bertajuk "Membesarkan Indonesia dengan Musik" (2005).

Nugroho menambahkan, seiring waktu bakat Erwin Gutawa di dunia musik semakin menonjol. Ditambah bakatnya mahir dalam membaca not balok. Ia pun bergabung dengan Bina Musika. 

Mula-mula ia memegang vibraphone dan akordeon, sampai suatu ketika dalam pertunjukan di Palembang, pemain bas kelompok bandnya berhalangan hadir. Tanpa rencana, pelatih bandnya menunjuk dia untuk menggantikan.

Sejak saat itu, Erwin Gutawa diorbitkan sebagai pemain bas sekaligus vokalis dari band bocah tersebut. Mereka kerap tampil mengiringi aneka tarian mulai dari Mak Engket, Tari Piring, Tari Payung, sampai dangdut di televisi. Bayarnya saat itu menyentuh angka Rp2.500 sekali tampil. Singkat cerita, Erwin mulai malang melintang di kancah musik nasional sebagai pemain bas.

Setelahnya, ia banyak tampil bersama Orkes Telerama pimpinan Isbandi, kelompok musi Transs sampai Karimata. Bahkan, berkat itu, Erwin dapat bermain diluar negeri. Tepatnya, di North Sea Jazz Festival di Den Haag, Belanda.

Multitalenta

Sebagai insan yang haus akan pengalaman, Erwin Gutawa selalu lapar akan pengetahuan baru. Ia tak pernah berdiam dalam satu jenis musik saja. Ketika dirinya sering bermain bersama Orkes Telerama, Erwin Gutawa kemudian mendapatkan kesempatan untuk membuat aransemen orkestra. 

Erwin pertama kalinya membuat aransemen lagu Tudung Periuk dalam medley lagu daerah. Semua pengetahuan musiknya ia dapatkan di luar sekolah formal. 

Kemampuannya bertambah seiring dengan rajinnya ia membaca buku sembari mengulik lagu-lagu dari lemari koleksinya. Entah itu dari CD maupun DVD. Alhasil Erwin Gutawa menjadi semacam paket komplit dalam dunia musik Indonesia. 

Erwin Gutawa dapat menjelma menjadi apa saja. Ia menjadi penyanyi, pencipta lagu, produser, hingga menjadi konduktor orkestra. Sekalipun lagu-lagunya tak begitu meledak, tapi secara kualitas cukup tinggi. Buktinya, ia kerap mendapatkan penghargaan dalam dunia musik.

“Penjelajahan Erwin sebagai arranger tak sia-sia. Berulang kali ia mendapat ganjaran yang membanggakan. Pada 1989, ia menyabet penghargaan penata musik terbaik versi BASF. Tiga tahun kemudian ia menggondol penghargaan penata musik terbaik di Midnite Sun Song Festival Finlandia. Setelah itu, secara berturut-turut ia meraih penghargaan sebagai penata musik terbaik versi Anugerah Musik Indonesia (AMI) dari 1997-2001,” tulis Nugroho Dewanto.

Kiprah Erwin Gutawa tak hanya memberi sinar ke musik tanah air. Akan tetapi, pamor dan musik-musiknya kesohor hingga negeri Jiran. Salah satu momentum yang paling diingat rakyat Malaysia adalah kala dirinya menjadi bagian dalam pementasan teater musical dari legenda dan komposer kesohor Malaysia era 1960-an, P. Ramlee, Hidup, Cinta, dan Inspirasi. Pertunjukkan yang dilakukan pada 2007 itu terbilang sukses.

“Pertunjukan itu terbilang sukses. Selama 17 hari gedung opera selalu disesaki penonton. Kemeriahan pementasan tak lepas dari sentuhan Erwin. Tak hanya menjadi komposer, direktur, dan arranger, ia juga menjadi konduktor: memimpin langsung National Symphony Orchestra Malaysia selama dua jam pertunjukan,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo (2007). 

SEJARAH HARI INI Lainnya