Bagikan:

JAKARTA - Yayasan Anugerah Musik Indonesia (AMI) menghadirkan enam pembicara dengan latar belakang beragam untuk berdiskusi mengenai keberadaan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dalam industri musik Tanah Air dewasa ini.

Diskusi yang dipandu Tantowi Yahya ini digelar di Gedung Radio Republik Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa, 13 Agustus.

Febrian Nindyo, gitaris HIVI! yang juga Sekjen Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) mengatakan dalam materinya bahwa musisi yang berada dalam sektor keproduksian musik jadi yang paling terdampak dewasa ini.

“Ketika kita berdialog dengan teman-teman musisi, yang paling terkena dampak secara langsung sekarang dan paling concern ada di sektor produksi,” kata Febri.

Musisi yang dimaksudkan adalah musisi yang terlibat dalam penulisan lagu, sesi rekaman, hingga pasca produksi.

Febri mengambil contoh bagaimana musisi yang membuat digital audio production dengan sample music, kini bisa sangat mudah digantikan perannya oleh satu platform berbasis AI.

“Apalagi dengan aplikasi terbaru yang sekarang, itu sudah bisa membuat musik dari nol, sudah bisa membuat musiknya dan lagunya juga,” ujar Febri.

Gitaris 32 tahun itu merasa harus ada kerja sama dari seluruh pihak untuk menghadapi keberadaan AI dalam musik. Tindakan yang tepat harus diambil, mengingat perkembangan teknologi begitu pesat.

“Itu PR buat kita bersama. Karena dengan adanya AI dan lain-lain itu, saya melihat ketimpangannya akan semakin meningkat. Kita yang mengikuti akan jauh lebih terdorong, sementara teman-teman yang tidak mengikuti akan semakin ketinggalan,” tuturnya.

Adapun, Candra Darusman selaku Ketua Umum Yayasan AMI membuka diskusi yang digelar secara luring dan daring ini untuk mendengar pandangan para pelaku musik dan pihak terkait. AMI ingin menjawab pertanyaan ‘apakah sudah saatnya karya berbasis AI mendapat penghargaan?’.

“Pada suatu saat, akan tiba saatnya mungkin kita harus punya posisi bagaimana menghargai karya berbasis AI ini,” kata Candra.

Lebih lanjut, Candra menyebut apa yang disampaikan dalam diskusi bisa menjadi masukan bagi AMI dalam mengambil keputusan, apakah karya berbasis AI juga perlu mendapat tempat.

“Tapi sekali lagi ini hanya mengumpulkan pendapat untuk bagaimana tahun depan. Nggak bisa kita hindari kalau AI bagian dari kehidupan kita. Ya pastinya ada yang setuju dan tidak setuju, dengan alasannya masing-masing,” pungkas Candra Darusman.

Selain Febrian Nindyo, diskusi yang dipandu Tantowi Yahya itu juga menghadirkan Ramya Prajna Sahisnu (Digital Creative Agency), Diana Silfiani (Entertainment Lawyer & Publisher), Prof. Dr, Ahmad M Ramli (Founder Center of Cyberlaw & Digital Transformation, Fakultas Hukum UNPAD), Indra Aziz (Musisi & Vocal Coach), dan Eka Gustiwana (Musisi & Produser Musik).