Bagikan:

JAKARTA - Keluhan terhadap lemahnya Undang-Undang Hak Cipta (UU Hak Cipta) kerap disuarakan para penulis lagu. Mereka merasa haknya kurang terlindungi, terlebih untuk urusan royalti.

Menanggapi hal tersebut, Marcell Siahaan selaku Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang kerap jadi sasaran kritik mengatakan bahwa banyak pernyataan yang sebenarnya salah sasaran.

Marcell sadar Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta masih punya kelemahan, namun bukan berarti LMKN sebagai lembaga yang diamanatkan menghimpun royalti dari performing rights dapat disalahkan begitu saja. Dia menyarankan agar mereka yang belum puas dengan UU Hak Cipta menempuh jalur hukum yang sudah disediakan.

“Kalau mau melakukan sesuatu dengan Undang-Undang, upayakan dengan cara yang benar dan sesuai hukum juga, upayakan ke Mahkamah Konstitusi,” kata Marcell Siahaan di Kantor LMKN, Kuningan, Jakarta Selatan pekan lalu.

“Karena kalau cuma teriak-teriak di luar ya kita (LMKN) cuma sebagai pelanggar hukum aja nih,” lanjutnya.

Sementara itu, terkait pendistribusian royalti performing rights yang dirasa kurang tepat oleh para penulis lagu, pihak LMKN juga meminta agar keluhan tersebut disampaikan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Pasalnya, LMK lah yang mendistribusikan royalti kepada para penulis lagu yang menjadi anggotanya.

Marcell juga meminta agar seluruh penulis lagu mendaftarkan diri di 15 LMK resmi, karena jalur tersebut yang telah ditetapkan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

“Kalau mau memperoleh performing rights, di Pasal 87 ayat 1 (UU Hak Cipta), mendaftarkan diri lah ke LMK, karena lewat situ mekanismenya. Kenapa harus dari situ? Kenapa nggak direct licensing? Ya itu aturannya,” ucap Marcell Siahaan.

“Dari mana aturan itu? Dari konvensi internasional. Semua konvensi-konvensi internasional kita ratifikasi di dalam Undang-Undang ini, dengan tetap melihat kondisi yang ada di sini,” tandasnya.