Bagikan:

JAKARTA - Peristiwa Gerakan 30 September atau G30S tak lepas dari pertentangan dua ideologi yang bertarung pengaruh kala itu: komunisme versus liberalisme. Blok barat versus blok timur. Blok barat ada Inggris yang cukup kuat pengaruhnya. Lantas bagaimana pengaruh Britania Raya terhadap peristiwa G30S?

Pada dekade 60-an dunia didera konflik ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Blok barat dan timur. Akibatnya, perang proksi menjalar ke berbagai belahan bumi.

Kedua negara adidaya menjadikan negara berkembang sebagai papan catur politik. Hal ini terlihat dari banyaknya perang proksi. Di dekade ini tercatat sedikitnya 50 konflik semacam itu di era Perang dingin.

Indonesia merupakan medan perang lain antara AS dan Soviet. Mulai dekade 50-an, Presiden Soekarno menjadi primadona politik yang diperebutkan Presiden AS John F. Kennedy dan penguasa Soviet, Nikita Khrushchev. Waktu itu Indonesia sudah menjelma jadi kekuatan terbesar di Asia Tenggara dan mulai diperhitungkan di dunia.

Presiden Soekarno dan John F Kennedy (Sumber: Wikimedia Commons)

Seperti dikutip Deutsche Welle, Soekarno yang merasa Indonesia sudah cukup kuat mulai dianggap lebih condong ke blok Timur. Soekarno mulai menghidupkan poros Moskow-Beijing-Jakarta.

Hal tersebut terlihat pada 1960-an, Soviet tercatat sebagai pemberi bantuan terbesar ke Indonesia melebihi negara lain. Tapi manuver politik itu berujung fatal bagi Indonesia.

Tatkala hubungan politik Indonesia dengan Soviet menguat, diplomasi Nusantara dengan barat remuk. AS diketahui membantu pemberontakan PRRI/Permesta tahun 1958.

Soekarno membalas. Ia memerintahkan agresi militer terhadap Malaysia untuk menentang pembentukan negara persemakmuran oleh Inggris. Kita mengenang peristiwa tersebut dengan jargon "Ganyang Malaysia" yang terkenal itu. Bung Besar saat itu beralasan menentang neo kolonialisme. Realitanya ia menyokong pemberontakan kelompok Komunis Malaysia di Serawak.

Operasi rahasia Inggris

Blok barat semakin khawatir Soekarno yang mulai menua mewariskan tahta kepada Partai Komunis Indonesia (PKI). Segala cara dilakukan barat untuk menggembosi PKI. Dan kendati dimusuhi Soekarno, dinas rahasia barat   tetap menjalin kontak dengan TNI yang dianggap jadi satu-satunya harapan membabat komunisme di Indonesia. Sampai peristiwa 65, AS telah melatih setidaknya 4000 perwira TNI.

Inggris juga tentu tak tinggal diam. Mereka mulai bergerak membuat propaganda anti-Soekarno pada dekade 60-an.

Paul Lashmar dan James Oliver dalam buku Britain's Secret Propaganda War 1948-1977 mengatakan indikasi niat Inggris menyigkirka Soekarno terlihat sejak 1962, setelah Soekarno secara terbuka menentang rencana pembentukan Federasi Malaya yang didukung London. Dokumen badan intelijen Amerika, CIA, mencatat Perdana Menteri Inggris Maurice Harold Macmillan dan Presiden AS Kennedy sudah sepakat untuk "melekuidasi Presiden Soekarno, tergantung situasi dan kesempatan yang ada".

Seperti dikutip Majalah Tempo edisi 5 Oktober 2015, Soekarno menganggap proyek Federasi Malaya yang diumumkan pada 1961 itu merupakan plot neokolonial. Ia curiga federasi itu cuma akal-akalan Inggris untuk terus bercokol di Asia Tenggara.

Menurut Michael O. Billington dalam jurnal Executive Intelligence Review edisi 8 Juni 2001, Inggris menyambut Konfrontasi sebagai peluang untuk menghancurkan nasionalisme Indonesia. Kepala Staf Kementerian Pertahanan Inggris sudah menyiapkan laporan yang mengusulkan operasi rahasia.

Dubes Inggris Andrew Gilchrist (Sumber: Wikimedia Commons)

Operasi ini dikendalikan oleh Lord Louis Mountbatten, Kepala Staf Kementerian Pertahanan Inggris yang memimpin upaya London untuk rekolonisasi Asia selama dan setelah Perang Dunia II. Namun menurut Bellington, niat menjatuhkan Soekarno tak kunjung tercapai lantaran Kennedy terus menolak permintaan Inggris untuk mengehentikan semua bantuan bagi pemerintah Soekarno.

Maka setelah Kennedy ditembak di Dallas pada 22 November 1963, Inggris bergerak. Saat menghadiri pemakaman Kennedy, Perdana Menteri Inggris Alec Douglas-Hume dan Menteri Luar Negeri AS David Dean Rusk sepakat mengambil tindakan terhadap Indonesia.

Inggris mulanya berusaha merongrong Soekarno dengan mengaktifkan kembali gerakan separatis yang pernah mereka sokong pada 1957-1958. Tapi, semenjak James Harold Wilson menempati kursi perdana menteri pada Oktober 1964, mereka mengubah taktik.

Seperti ditulis Mark Curtis yang dikutip Majalah Tempo, agen intel Inggris, M16, membuka kontak dengan unsur-unsur kunci dalam tentara Indonesia melalui Kedutaan Besar Inggris. Salah satunya melalui Ali Moertopo yang kemudian menjadi kepala intelijen di masa Jenderal Soeharto. Operasi intelijen Inggris inilah yang diduga turut memanaskan bara prahara 1965.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

MEMORI Lainnya