Bagikan:

JAKARTA - Tak ada yang tahu pasti kapan sejarah minuman kopi dimulai. Merujuk pada Asosiasi Kopi Amerika Serikat (NCA) jejak muasalnya bisa ditelusuri dari hutan kopi kuno di negeri Etiopia.

Masyarakat di sana percaya orang yang pertama kali menemukan biji kopi adalah seorang penggembala kambing bernama Kaldi. Alkisah, ia menemukan kopi setelah memperhatikan kambingnya memakan buah dari sebuah pohon. Setelah memakan buah tersebut, kambing miliknya menjadi begitu energik sampai-sampai tak tidur sepanjang malam. 

Lantas Kaldi menceritakan pengalamannya kepada kepala biara setempat. Mereka lalu meracik buah kopi menjadi minuman yang mampu membuatnya terjaga semalaman untuk beribadah. Penemuan itu pun kemudian meluas hingga ke jazirah Arab. 

Berkembang di Arab

Penanaman dan perdagangan kopi pertama kali dimulai di Arab. Pada abad ke-15, mulanya kopi ditaman di Yaman, satu abad kemudian semakin meluas sampai ke Persia, Mesir, Suriah hingga Turki. 

Ternyata seiring melonjaknya penikmat kopi, kedai kopi pun sudah mulai menjamur pada abad itu. Kafe-kafe itu pertama kali ada di kota-kota di Timur Dekat (kawasan Suriah, Irak dan Iran). 

Kafe tersebut dikenal dengan sebutan "Qahveh Khaneh" yang artinya sekolah kebijakan. Disebut demikian karena tempat itu berkembang menjadi pusat pertukaran informasi penting, karena menjadi tempat berkumpulnya para seniman dan sastrawan. 

Masuk Eropa

Kebiasaan mengonsumsi kopi di Arab mulai dikenal para pelancong yang datang dari Eropa. Mereka yang menyukainya lantas membawa minuman hitam itu ke kampung halamannya. Dari situlah kopi pertama kali menyebar di Eropa. 

Pada abad ke-17, kopi berhasil melanglang buana sampai ke Eropa dan menjadi populer di seluruh benua. Beragam reaksi pun muncul. Tidak semua orang menyambut baik kopi. Beberapa orang mencurigai kopi sebagai "minuman setan yang pahit." 

Selain itu, di Venesia, pada 1615 minuman kopi sempat dikecam oleh pemuka agama setempat. Kontroversi ini kemudian meluas hingga sampai ke kuping Paus Klemens VIII. 

Klemens VIII diminta turun tangan untuk menengahi masalah kopi. Ia lalu mencicipi minuman tersebut sebelum mengambil keputusan. Kemudian ia merasakan minuman tersebut begitu memuaskan, sampai akhirnya ia memberikan persetujuan kepausan.

Terlepas dari kontroversi semacam itu, kedai kopi dengan cepat menjadi pusat kegiatan sosial dan komunikasi di kota-kota besar di Inggris, Austria, Prancis, Jerman dan Belanda. Di Inggris bahkan muncul “universitas sen” sebutan untuk kedai yang menjual minuman kopi seharga satu sen. Tempat tersebut juga menjadi sarana orang untuk bercakap-cakap.

Sejak saat itu kopi mulai menggantikan minuman sarapan seperti bir dan anggur di Eropa. Mereka yang minum kopi akan memulai hari dengan penuh energi dan meningkatkan produktivitas bekerja. 

Untung Belanda dari Batavia

Membludaknya para penikmat kopi membuat permintaan terus melonjak. Kopi menjadi barang komoditas yang perdagangannya menimbulkan perasaingan sampai ke luar Arab. Salah satu pemain besar di luar Arab adalah Belanda. 

Pada 1616, Belanda mulai membuat plantasi kopi pertama di Eropa. Yang kemudian ada hubungannya dengan pembuatan perkebunan kopi milik Eropa pertama di Hindia Belanda.

Saat itu Belanda tengah gencar untuk meningkatkan produksi kopi. Untuk menambah kapasitas pertaniannya, mulanya mereka membuka ladang kopi di India namun gagal. Usahanya baru sukses ketika membuka lahan pertanian kopi di Batavia sebutan Jakarta tempo dulu. 

Di Batavia, tanaman kopi tumbuh subur dan segera Belanda memiliki perdagangan kopi yang produktif dan terus berkembang. Mereka kemudian memperluas penanaman pohon kopi ke pulau Sumatra dan Sulawesi. Belanda akhirnya menikmati kejayaan pertanian kopi yang ditanam di tanah Hindia Belanda.

Seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi, meminum kopi akhirnya menjadi budaya yang meluas di banyak daerah di dunia. Tak terkecuali di Indonesia.