Bagikan:

JAKARTA - Sejak era 1990-an, industri hiburan Korea Selatan telah menginvasi dunia, termasuk Indonesia. Kesuksesan itu langgeng dikenal sebagai Korean Wave atau Hallyu. Korean Wave tak saja memopulerkan budaya Korea, tapi juga membawa standar kecantikan baru bagi dunia.

Standar ini menjadikan kecantikan ala selebritas Korea sebagai panutan warga dunia. Mereka menggunakan produk kecantikan Korea hingga yang paling ekstrem: operasi plastik. Korean Wave adalah lokomotif utama untuk mengekspor budaya Korea keluar negeri.

Sederet ekspor budaya itu meluas lewat tayangan-tayangan drama korea (drakor). Tayangan drakor mulai memenuhi jam tayang televisi dibanyak negara. Asia misalnya, sederet negara dari Hong Kong, Singapura, Vietnam hingga Indonesia telah menjadi pasar utama Drakor sejak 1990-an.

Animo Korean Wave makin tinggi ketika Drakor Full House (2004) pertama kali diputar di luar Korea pada 2004. Tren Drakor Full House langsung jadi tontonan wajib anak muda kala itu. Bahkan, salah satu stasiun televisi di Indonesia sampai memutar lima kali drama tentang pernikahan kontrak.

Berkat kecintaan akan Full House itulah banyak anak muda yang kemudian tertarik mengulik segala macam budaya korea yang ada di drakor. “Pemantiknya adalah serial drama Korea yang ditayangkan stasiun televisi swasta. Seri drama Full House pada 2004 yang juga ditayangkan di sini."

"Film tersebut termasuk awal pemicu kedemenan anak-anak muda terhadap budaya pop Korea. Nama-nama bintangnya, seperti Bi atau Rain dan Song Hye-kyo, pun menjadi akrab di telinga,” ujar Tito Sianipar dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Tergila-gila Serba Korea (2019).

Music pop Korea (K-Pop) juga demikian. Lagu-lagu yang dilantunkan oleh boyband dan girlband Korea begitu cepat digilai oleh generasi muda. Alasannya tak lain karena lagu-lagu K-Pop sering kali mengangkat persoalan dan dilema emosional remaja.

Girlband penampil di Korean Wave Fashion Festival 2015 (Sumber: Wikimedia Commons)

Selain menyukai lagunya, para penggemar Kpop juga suka pada penyanyinya yang identik disebut idol-idol Korea. Idol ini pun bisa berasal dari anggota boyband, girlband atau penyanyi solo. Kecintaan itu pun dilingkupi oleh beragam alasannya.

Ada yang menyukai idol dari karakternya, ada pula yang menyukai idol karena berpenampilan menarik dengan kulit putih, cantik, imut, kurus, dan tinggi. Kecintaan akan idol yang besar itu yang membawa pecintanya menyukai ragam hal berbau budaya Korea, dari perawatan kulit hingga makanan ringan.

Contoh paling nyata adalah dibanjirinya pusat perbelanjaan dunia dengan kosmetik-kosmetik impor korea. Lebih lagi, makanan Korea seperti kimci, mie, dan mocha turut memenuhi etalase toko-toko di pelosok negeri. Kekuatan Korean Wave sendiri makin kuat karena pemerintah Korea Selatan ikut turun tangan dalam mengembangkan popularitas idol-idol korea.

Tak Cuma dukungan dana kepada sineas kreatif, pemerintah Korea Selatan dalam contoh paling kecil sampai memoles tempat pengambilan gambar sebuah video klip idol sebagai objek wisata populer. Apresiasi itu kemudian semakin mempopulerkan Korea di mata dunia.

“Korea, sebaliknya, mengambil jalan yang berbeda: menaklukkan melalui produk konsumsinya, bukan dengan kekuatannya. Satu generasi lalu, Korea adalah pasar yang tengah berkembang. Sekarang, bagaimanapun, orang menganggap Korea seperti Sinterklas."

"Di Asia, orang berpikir, 'Orang Korea-lah yang membawa banyak produk keren ke pasar kita’. Orang Korea tak dianggap sebagai penjajah ekonomi-membeli sumber daya alam, mengakuisi monumen, atau memaksakan pengaruh budaya mereka,” tulis Euny Hong dalam buku Korean Cool: Strategi Inovatif di Balik Ledakan Budaya Pop Korea (2016).

Standarisasi kecantikan ala Korea

Black Pink (Sumber: Commons Wikimedia)

Tanpa disadari, serbuan Korean Wave turut juga membawa standarisasi kecantikan baru, yakni Korean Beauty (K-Beauty). Kehadiran selebriti serta idol-idol cantik dari ragam girlband jadi muaranya.

Penampilan mereka yang tampak sempurna dengan kulit putih, wajah rupawan, langsing, serta tinggi badan yang ideal begitu dikagumi oleh penggemarnya. Kekaguman itu diam-diam memuncul keinginan bagi penggemarnya untuk memiliki penampilan layaknya seorang idol Korea.

Baragam cara kemudian dicoba oleh kaum wanita muda. Beberapa di antaranya adalah dengan menyerbu segala macam produk kecantikan asal Korea. Lebih eksrem lagi, banyak yang sampai rela tampil seperti idolanya dengan melakukan operasi plastik.

Mereka yang tak begitu puas dengan kecantikan alami, lalu memilih melakukan operasi plastik demi mendapatkan kulit putih mulus, wajah mungil, mata lebar, dan hidung mungil.

“Jika Anda menganggap bahwa saat ini Lady Gaga lebih cantik dari masa awal penampilannya sebagai artis, berarti diam-diam Anda masih terbelenggu oleh mitos keindahan perempuan yang bernama kecantikan tersebut. Atau para pecandu drama Korea, dengan artis keren, (ganteng) dan cantik, dengan isu operasi wajah menjadi bukan hal yang tabu lagi karena kecantikan mereka menggoda."

"Setidaknya ini menunjukkan adanyà standar kecantikan bagi perempuan yang telah mendunia di dunia hiburan yang menyusup pada khayalan para gadis muda di seluruh pelosok dunia,” pungkas Embun Kenyowati Ekosiwi dalam buku Pergulatan Etika Indonesia (2019).

Wisatawan asing bersama wanita Korea (Sumber: Visitkorea.or.id)

Populernya operasi plastik ala Korea membuktikan bahwa kulit putih merona masih menjadi dambaan hampir sebagai warga dunia. Dalam pada itu, kulit putih ala wanita Korea masih menyiratkan adanya rasa inferioritas. Alhasil, banyak wanita yang ingin menjadi secantik wanita Korea.

Fakta itu dikarenakan banyak negara, terutama Asia beranggapan –karena banyak dijajah bangsa asing-- warna kulit putih sebagai penanda kelas sosial. Kulit putih cerah tak saja jadi simbol kecantikan, tapi aset penting bagi seorang wanita. Pun idol-idol Korea secara tak langsung mengangkat kembali citra kulit putih sebagai kelas tinggi seperti yang dibawah oleh kolonialis Eropa.

"Kulit putih porselen dianggap sebagai kebajikan yang diperlukan untuk kecantikan di Korea Selatan. Ini dapat ditelusuri kembali ke fakta bahwa kulit putih secara tradisional menjadi simbol status. Korea Selatan dulunya adalah masyarakat pertanian, di mana kelas-kelas istimewa tidak bekerja keras di bawahn matahari dan, sebagai hasilnya, memiliki kulit yang lebih putih," kata pengamat kecantikan Korea, Kim Ching-Kyung dikutip Nikkei Asia.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

MEMORI Lainnya