Siapa Edward Colston, Tokoh Perdagangan Budak yang Monumennya Dirobohkan Demonstran Inggris?
Monumen Edward Colston (Sumber: Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - George Floyd, seorang pria kulit hitam yang meninggal karena seorang polisi kulit putih menekan lehernya dengan lutut membangkitkan protes di seluruh dunia terhadap ketidakadilan rasial. Saat upacara penghormatan terakhir sebelum Floyd dikebumikan, dikatakan bahwa Floyd adalah 'seorang saudara biasa' yang ditransformasikan oleh nasib menjadi 'landasan sebuah gerakan'.

Dilansir CNN, Rabu, 10 Juni, peristiwa meninggalnya Floyd mendorong protes antirasisme di berbagai negara, salah satunya adalah Inggris. Bahkan para aksi protes di Bristol, Inggris, mengikat patung perunggu Edward Colston dengan tali sebelum menjatuhkannya ke kerumunan di sekitarnya yang lalu mereka buang ke sungai.

Robohnya patung Edward Colston itu dirayakan oleh kalangan pengunjuk rasa. Namun penentang perobohan patung Edward Colston berpendapat bahwa itu adalah vandalisme dan merupakan upaya untuk menghapus sejarah. Polisi setempat mengatakan penyelidikan telah diluncurkan ke dalam insiden itu.

"Ada sekelompok kecil orang yang jelas-jelas melakukan tindakan kejahatan dalam merobohkan sebuah patung di dekat pelabuhan Bristol. Investigasi akan dilakukan untuk mengidentifikasi mereka yang terlibat dan kami sudah menyusun rekaman insiden itu," kata pihak kepolisian.

Patung Colston berdiri di pusat Kota Bristol sejak 1895. Patung tersebut menjadi semakin kontroversial, dengan petisi yang dibuat untuk menuntut pencopotan patung tersebut. 

Siapa Edward Colston?

Laman resmi Museum Bristol menggambarkan Colston sebagai "filantropis/pedagang budak yang dicerca". Dikatakan bahwa Colston lahir di kota itu pada 1636, tetapi menghabiskan masa kerjanya di London. Ia menjadi anggota aktif badan pengurus RAC (Royal African Company) yang memperdagangkan budak dari Afrika ke Amerika.

RAC juga bertanggung jawab atas pengiriman lebih banyak pria, wanita, dan anak-anak yang diperbudak daripada perusahaan lain dalam sejarah perdagangan budak. RAC diketahui mengangkut hampir 150 ribu orang antara 1672 dan awal 1720-an.

Saat itu, Colston dengan cepat naik jabatan di RAC. Diperkirakan, selama masa jabatannya sebagai wakil gubernur perusahaan antara 1680 dan 1692, sebanyak lebih dari 84 ribu orang Afrika yang diperbudak diangkut dengan kapal RAC. Selama perjalanan, hampir seperempat jumlah orang tersebut atau sekitar 19 ribu orang sekarat dalam perjalanan sebelum mencapai pantai.

Semua budak dicap di dada dengan inisial RAC; termasuk anak-anak berusia enam tahun. Satu dari empat anak sekarat dalam perjalanan. Kondisi di atas kapal yang penuh sesak dan tidak bersih, menyebabkan penyebaran penyakit fatal.

"Representasi Edward Colston sangat kontroversial dan menyinggung banyak orang, dan dalam menjatuhkannya (patung Colston), penting untuk dicatat bahwa kita tidak menghapus sejarah, tetapi membuat sejarah," kata sebuah pernyataan dari International Slavery Museum.

Colston kemudian meninggalkan RAC dan menjadi Anggota Parlemen untuk Tory yang mewakili Bristol, tempat ia membela "hak" kota untuk "menjual" orang-orang Afrika yang diperbudak. Dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, ia menjadi investor utama di perusahaan perdagangan budak lain, South Seas Company (SSC), yang sebagian besar berdagang dengan Amerika Selatan.

Selama keterlibatan Colston dengan SSC, perusahaan mengangkut sekitar 15.931 orang Afrika yang akan diperbudak, dengan hampir 1 dari 5 orang sekarat dalam perjalanan. Sisi lain, Colston juga mengembangkan reputasinya sebagai filantropis.

Ia menyumbang sebagian besar kekayaannya untuk kegiatan amal seperti pembangunan sekolah dan rumah sakit di Bristol dan London. Sifat filantropinya tersebut membuat nama Colston meresap di Bristol. Selain patung, ada Colston's, yang merupakan sekolah swasta.

Ada juga ruang konser yang diberi nama Colston Hall, sebuah blok perkantoran bertingkat tinggi bernama Menara Colston, dan Jalan Colston. Meski Colston terbukti memiliki hubungan atas perdagangan budak Afrika, dijelaskan oleh pihak Museum Bristol bahwa perdagangan budak tersebut "bukanlah murni keinginannya".  

Bagi sebagian orang di abad ke-19, Colston mewakili kehormatan kekayaan besar, paternalisme sebagai benteng melawan sosialisme, dan perbuatan amal. Perbudakan tempat kekayaannya dibangun dikaburkan untuk narasi tertentu mengenai sejarah Bristol. Penggulingan dan tenggelamnya patung itu merupakan penegasan dari penorehan sejarah yang baru.