JAKARTA - Satu hal yang paling menonjol dari Muhammadiyah adalah aksi sosialnya. Pendirinya, Kiai Haji (KH) Ahmad Dahlan bahkan menyebut kepedulian sabagai wujud utama insan beragama. Dalam pandangannya, beragama tak hanya cukup pada kepiawaian memahami teks-teks kitab suci, tetapi beragama harus memunculkan sikap kepedulian sosial yang tinggi. Konsep "Islam Berkemajuan" pun diejawantahkan ke dalam bentuk sederet aksi nyata. Bagaimana jalan perjuangan sosial Muhammidyah sebenarnya?
KH Ahmad Dahlan terkenal dengan sikap menjunjung tinggi kepedulian sosial. Prinsip itu semakin teguh dipegangnya tatkala memimpin salah satu organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia. Menurutnya sebaik-baiknya hidup adalah mereka yang peduli dengan sesama. Jika sudah begitu, seperangkat sikap lainnya seperti kepekaan dalam melihat realitas sekitar dan sikap solidaritas akan muncul secara beriringan.
Seperti kita tahu, dalam Islam ada yang namanya prinsip hablum minallah sebagai bentuk kecintaan kepada sang pencipta. Sementara hablum minannas yang merupakan bentuk kecintaan kepada manusia. Dengan bernafaskan nilai-nilai dari Al-Quran itulah, KH Ahmad Dahlan kemudian mendirikan Muhammadiyah.
Atas nilai-nilai itu, Muhammdiyah tumbuh menjadi gerakan reformis-modernins. Gerakan yang senantiasa berjuang untuk mengentaskan keterbelakangan dan kebodohan.
“Hal ini yang, kemudian menginspirasi para murid dan pengikutnya di Muhammadiyah mendirikan rumah sakit dan panti asuhan, selain juga lembaga pendidikan modern bernama sekolah sebagai solusi untuk mengatasi keterbelakangan umat Muslim. QS. al- Ma'un memang menitikberatkan pentingnya beragama sekaligus juga peduli pada orang-orang fakir dan miskin,” tulis Ridho Al-Hamdi dalam buku Paradigma Politik Muhammadiyah (2020).
Jejak kepedulian itu membawa KH Ahmad Dahlan dan organisasi yang dipimpinnya –Muhammadiyah— mendorong kehadiran gerakan amal kepada kaum fakir miskin. Terutama, mengarahkan persamaan hak kepada fakir miskin dengan cara mendorong yang kaya wajib memberi si fakir miskin, entah itu lewat sedakah atau zakat. Sikap lainnya dari Ahmad Dahlan yang tertuang dalam gerakan Muhammadiyah ialah terbukanya Sang Pencerah (julukan KH Ahmad Dahlan) yang dapat menyerap kemajuan peradaban tanpa memandang bangsa dan agama.
“Berbagai aksi sosial yang dikembangkan, Kiai banyak terinspirasi pengalaman orang-orang asing Kristiani dan warga Belanda, Inggris, atau Portugal. Panti asuhan yatim piatu, panti jompo, rumah miskin, rumah sakit, dan sekolah modern merupakan karya yang terinspirasi dari praktik pengelolaan kehidupan sosial dan kesehatan kaum Kristiani dan pejabat kolonial Belanda,” tulis Abdul Munir Mulkan dalam prolog buku 1 abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan (2010).
“Demikian pula dengan organisasi kepanduan Hizbul Wathan yang kelak berkembang menjadi Pemuda Muhammadiyah dan organisasi otonom Angkatan Muda Muhammadiyah,” tambahnya.
Mencerahkan
Bidang sosial merupakan medan perjuangan dan pengabdian Muhammadiyah yang sebenarnya. Sedari awal dibentuk pada 18 November 1912, Muhammadiyah telah terjun langsung bertindak untuk memperbaiki dan membantu masyarakat. Terutama pada masa penjajahan yang notabede kehidupan rakyat Indonesia begitu menyedihkan.
Dalam hal itu, Muhammadiyah ikut meringankan beban penderitaan masyarakat dengan berbagai jalan dan usaha. Mengumpulkan anak-anak yang terlantar karena ditinggal oleh orang tua adalah salah satunya.
Bagi Ahmad Dahlan, anak-anak terlantar itu dipelihara. Mereka juga diberikan pendidikan sebagaimana yang terjelma dalam bentuk adanya rumah yatim piatu dan sebagainya. Anak terlantar itu kemudian dilatih dan dididik supaya memiliki ragam keterampilan praktis. Demikian pula dengan mempertinggi taraf kesehatan rakyat. Muhammadiyah lalu mendirikan poliklinik, rumah sakit, serta balai pengobatan lain.
“Bagian Muhammadiyah yang menangani ini semua disebut Penolong Kesengsaraan Umum (PKU). Perlu diketahui bahwa PKU ini mula-mula merupakan organisasi yang berdiri sendiri. Didirikan tahun 1918 untuk meringankan korban bencana alam akibat meletusnya Gunung Kelud. Akhirnya pada tahun 1921, PKU menjadi bagian yang khusus dari Muhammadiyah,” seperti ditulis M. Nasruddin Anshoriy Ch dalam Matahari Pembaruan: Rekam Jejak K.H. Ahmad Dahlan (2010).
Kehadiran PKU di tubuh Muhammadiyah jadi bukti bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, ormas Islam ini sudah menjadi polopor yang peduli terhadap nasib orang tak berpunya. Gerakan PKU pun makin bertambah pesat dari tahun ke tahun. Lewat Muktamar ke-33 Muhammadiyah pada 1956, PKU terus-menerus melakukan amal usahanya untuk pengembangan masyarakat.
Semenjak Indonesia merdeka pun begitu. Presiden Indonesia pertama Soekarno diketahui terus memberikan dukungannya kepada Muhammadiyah untuk membantu pemerintah memberantas kemiskinan. Pun hal yang sama, dilakukan juga oleh penerus Soekarno, Soeharto. Pemimpin Orde Baru (Orba) itu, sering memberikan arahan dan nasihat kepada Muhammadiyah untuk selalu mengingat kembali ajaran dari KH. Ahmad Dahlan.
The Smiling General mengingatkan dakwah kepada kaum miskin hendaknya bersifat komprehensif, yaitu bukan hanya mengandalkan ceramah saja. Sebab, orang kelaparan akan sulit menerima pelajaran agama. Bijaknya kaum miskin perlu dibina kehidupan sosialnya, ekonominya ditingkatkan, kesehatannya dijaga, dan dikemudian hari baru diberikan pengajian dan pencerahan agama mendalam.
“Saran-saran Presiden Soeharto memang sesuai dengan pemikiran Muhammadiyah. Salah satu faktor yang mendorong KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, ialah rasa keprihatinan (concern) terhadap kemiskinan dan kaum dhu’afa, fuqara, serta, masakin (fakir miskin),” ungkap Sutrisno Kutoyo dalam Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah (1998).