JAKARTA – Memori hari ini, 13 tahun yang lalu, 2 Mei 2012, mantan Menteri Kesehatan (Menkes), Endang Rahayu Sedyaningsih meninggal dunia. Seantero Indonesia pun berduka. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut melayat.
Sebelumnya, Endang dikenal peneliti kesehatan yang andal. Kondisi itu membuat Presiden SBY mengangkatnya jadi Menkes. Jabatan Menkes dijalankannya dengan baik. Ia mencoba hadirkan akses kesehatan yang luas untuk rakyat miskin dalam bentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Kritik terhadap jejak dan kebijakan pemerintahan Presiden SBY sudah jadi hal biasa. Apa saja gerak-gerik pemerintah kerap mengundang pemberitaan. Kondisi itu hadir kala SBY memilih Endang jadi Menkes pada 2009.
Kehadiran Endang dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dikritik banyak orang. Endang digadang-gadang sebagai antek-antek Amerika Serikat (AS) karena profesinya sebagai peneliti kesehatan senior. Tuduhan itu merujuk kedekatan Endang dengan Unit Riset Angkatan Laut AS, Namru II.
Namun, Endang berkali-kali menyangkal tuduhan yang maksud. Endang berpegang pada perannya sebagai peneliti kesehatan senior. Ia harus bisa dekat dan bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk Negeri Paman Sam.
BACA JUGA:
Ia juga mengungkap bahwa penelitian yang dilakukannya kerap menguntungkan kedua negara – AS dan Indonesia. Endang pun terus membuktikan bahwa ia mampu bekerja sebagai menkes. Ia menggelorakan berbagai macam kebijakan.
Ambil contoh ia jadi Menkes yang paling ngotot untuk hadirkan jaminan kesehatan bagi setiap warga negara Indonesia. Ia ingin seluruh rakyat Indonesia dapat akses kesehatan. Ia mulai memandang kehadiran jaminan kesehatan yang berasal dari iuran rakyat Indonesia.
Iuran itu membuat siapa saja yang sakit, bisa mengakses kesehatan secara gratis. Sistem kesehatan yang digelorakan Endang didukung banyak pihak. Presiden SBY bahkan menjadi program yang kemudian dikenal sebagai BPJS.
“Endang meminta timnya agar meneruskan program yang direncanakan di departemen, termasuk berpesan agar jaminan kesehatan masyarakat lebih berpihak kepada rakyat biasa. Menteri Endang berharap bisa menerapkan prepaid system dalam masa jabatannya ini.”
“Dalam sistem ini, setiap orang wajib ikut asuransi dengan premi yang disesuaikan dengan pendapatan. Warga miskin bisa membayar premi dengan jumlah sangat kecil. Namun, bila mereka sakit, bisa langsung memanfaatkan dana asuransi yang terkumpul. Cara ini mengikuti model di Inggris,” ungkap Ahmad Taufik dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Menteri Peneliti Bergelang Kaki (2009).

Endang terus menggaungkan komitmennya untuk membuka akses kesehatan kepada seluruh warga Indonesia – utamanya rakyat miskin. Namun, kesehatannya yang kian memburuk jadi kendala utama. Ia diketahui mengidap kanker paru.
Endang pun sudah tak sanggup lagi bekerja. Ia lalu mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menkes pada 26 April 2012. Belakangan ia diberhentikan secara resmi pada 30 April 2012. Namun, takdir pun kemudian menjemput Endang pada 2 Mei 2012.
Ia meninggal dunia di RSCM, Jakarta. Kepergian Endang membuat para pesohor negeri mendatangi rumah duka. Presiden SBY pun tak mau ketinggalan. Kemudian, ucapan duka cita berdatangan dari mana-mana.
"Sekitar dua menit setelah Ibu Endang berpulang, SBY sempat berbicara dengan suami almarhumah, dr Reanny Mamahit untuk mendengarkan bagaimana menit-menit terakhir saat almarhumah berpulang ke rahmatullah," ujar Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha sebagaimana dikutip laman Berita Satu, 2 Mei 2012.