Bom Terminal Kolombo sebagai Pembunuhan Massal Terburuk di Sri Lanka dalam Sejarah Hari Ini, 21 April 1987
Pasukan militan Macan Tamil (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Lebih dari seratus orang tewas dan hampir 300 lainnya terluka setelah sebuah bom meledak di Ibu Kota Sri Lanka, Kolombo, pada 21 April 1987. Bom tersebut ditanam di dalam mobil dan diledakkan di terminal bus utama Kolombo pada jam-jam sibuk.

Mengutip BBC, insiden itu adalah salah satu pembunuhan massal terburuk dalam perseteruan berkepanjangan antara dua kelompok etnis utama di Sri Lanka: Tamil dan Sinhala. Sebagian besar korban berasal dari kelompok etnis mayoritas di negara itu, Sinhala, yang beragama Buddha.

Pihak berwenang Sri Lanka yakin bom ditanam oleh Tamil, yang juga dikenal sebagai Macan Tamil, yang berjuang untuk merdeka. Pihak berwenang Kolombo memberlakukan jam malam hingga fajar setelah kelompok Sinhala mulai menyerang orang Tamil sebagai aksi balas dendam.

Peristiwa pengeboman menambah jumlah korban tewas menjadi 250 orang dalam serangan yang terjadi selama sepekan terakhir di Sri Lanka saat itu. Pengeboman juga diikuti pembantaian 127 orang Sinhala di Kota Trincomalee, di jantung wilayah Tamil di utara dan timur Sri Lanka.

Macan Tamil memulai kampanye untuk sebuah negara bagian yang terpisah sejak 1983. Sejak saat itu lebih dari 5.000 orang telah tewas dalam pertempuran.

Pemerintah Sri Lanka telah mengusulkan pemberian otonomi yang lebih besar ke wilayah Tamil. Namun Sri Lanka juga menolak untuk mempertimbangkan sebuah negara Tamil yang merdeka.

Orang Tamil adalah elite yang makmur ketika Sri Lanka diperintah Inggris. Pihak Tamil mengatakan sejak negara itu memeroleh kemerdekaannya, mereka didiskriminasi demi mayoritas Sinhala.

Macan Tamil mengatakan mereka tidak bisa makmur di negara yang sama dengan mayoritas Sinhala, yang mana penganut Buddha. Agama Buddha sendiri menjadi agama negara dan mendominasi pemerintahan, pendidikan dan pos militer.

Gencatan senjata

Perang saudara antara Macan Tamil dan pemerintah Sri Lanka berlangsung hingga belasan tahun. Akhirnya, pada 22 Februari 2002, pemerintah Sri Lanka dan Macan Tamil menandatangani gencatan senjata permanen. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah mengakhiri perang saudara.

Perjanjian gencatan senjata ditandatangani oleh Perdana Menteri (PM) Sri Lanka Ranil Wickremesinghe dan pemimpin Macan Tamil Vellupillai Prabhakaran. Norwegia, sebagai penengah, mencoba selama lebih dari dua tahun mediasi pembicaraan damai antara pemerintah Sri Lanka dan pemberontak untuk mengakhiri perang yang menelan korban sekitar 65 ribu jiwa.

"Tujuan keseluruhan dari para pihak adalah untuk menemukan solusi yang dinegosiasikan untuk konflik etnis di Sri Lanka ... Gencatan senjata akan membuka jalan dengan langkah-langkah selanjutnya menuju negosiasi," kata Menteri Luar Negeri Norwegia saat itu, Jan Petersen, mengutip The Guardian.

Tiga bulan setelah gencatan senjata diberlakukan, pemberontak tak bersenjata, yang membawa dokumen identitas dapat bepergian dengan bebas di utara dan timur. Langkah seperti itu akan jadi perubahan besar dalam kehidupan sosial Sri Lanka karena banyak operasi dan hukum keamanan negara telah ditetapkan untuk memastikan pemberontak tak dapat bergerak bebas.

Meski demikian, masih ada serangan-serangan bom, yang mana Macan Tamil diketahui sebagai biangnya. Pada April 2006, Komandan Angkatan Darat Mayjen Sarath Fonseka terluka parah dalam serangan bunuh diri yang gagal di Markas Besar Angkatan Darat di Kolombo.

Diketahui serangan bunuh diri itu dilakukan Macan Tamil. Lalu di tahun yang sama pada Juni, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Parami Kulatunga tewas ketika pengebom bunuh diri menabrakkan sebuah sepeda motor berisi bahan peledak ke dalam kendaraannya.

Diketahui bom tersebut juga dibuat oleh Macan Tamil. Pada 8 Januari 2008, Menteri Pembangunan Bangsa D.M. Dassanayake terbunuh oleh bom pinggir jalan di Kota Ja-Ela. Macan Tamil diduga bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

Lalu sebulan kemudian bom meledak di bus sipil di pusat Kota Dambulla, menewaskan sedikitnya 20 orang dan melukai 50 orang. Pihak militer menyalahkan serangan terhadap tersebut Macan Tamil.

Pada Oktober 2008, pemerintah Sri Lanka memutuskan membatalkan perjanjian gencatan senjata dengan Macan Tamil. Hal tersebut memungkinkan kampanye militer skala penuh. Menteri Pertahanan Sri Lanka, Rajapaksa Gotabaya, mengatakan bahwa gencatan senjata telah dilanggar berkali-kali sehingga terlihat palsu.

Pemimpin Macan Tamil Velupillai Prabhakaran juga mengatakan dia tidak memiliki harapan penyelesaian politik dengan pemerintah Sri Lanka. Hal tersebut ia katakan setelah kepala sayap politiknya tewas dalam serangan bom angkatan udara.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya