JAKARTA - Pada 13 April 2013, ditemukan virus flu burung H7N9 pertama di Beijing. Seorang anak perempuan berusia tujuh tahun dirawat di sebuah rumah sakit di Beijing karena terjangkit virus tersebut. Ini bukan kali pertama flu burung ditemukan di Beijing. Pada 2003, pengumuman flu burung H5N1 jadi kontroversi karena China menutupinya.
Perempuan kecil pengidap H7N9 itu adalah anak dari orang tua yang berdagang unggas. Ia mengalami sejumlah gejala, seperti demam, sakit tenggorokan. Saat dirawat, kondisinya dilaporkan stabil. Kedua orang tua si anak perempuan dikarantina untuk menjalani observasi. Kali ini dunia mengapresiasi transparansi China.
Sikap China jauh berbeda dengan ketika flu burung varian H5N1 pertama kali ditemukan di Beijing sepuluh tahun sebelumnya. Di tahun 2004, China tiba-tiba mengumumkan temuan strain atau turunan flu burung di hewan babi.
Dunia kemudian bereaksi, memandang itu sebagai implikasi serius bagi upaya mencegah penularan penyakit ke manusia. China disalahkan karena ternyata mereka telah melakukan pengujian terhadap hewan babi di tahun 2003, satu tahun sebelum pengumuman.
"Ini bukan cuma yang pertama kali ditemukan di China, namun juga di dunia," kata Chen, yang juga menolak memberi keterangan rinci dengan mengatakan, "Kita sebaiknya mungkin tidak membicarakan ini lagi. Jangan beritakan ini. Begitu diberitakan, ini akan membuat banyak orang sangat ketakutan," tutur Chen.
Sebelum pengumuman Chen itu, virus flu burung hanya ditemukan di unggas dan burung. Penularan ke manusia pun masih sangat terbatas. Pejabat World Health Organization (WHO) Julie Hall yang hadir di lokasi saat itu terkejut.
"Babi mampu menangkap virus influenza burung maupun virus influenza manusia ... Yang dikhawatirkan adalah jika kedua virus itu bertemu, mereka berbagi informasi genetik dan hasilnya akan lebih berbahaya," katanya.
Menjawab kritik terhadap transparansi mereka, China menyatakan temuan virus flu burung H5N1 pada ternak babi di tahun 2003 bukanlah jenis yang berbahaya bagi manusia. Sampel itu sama dengan yang diuji pada tahun 2001.
Babi-babi itu konon mengidap virus flu burung yang ditemukan pada bebek. Bukan ancaman bagi manusia, menurut China kala itu. Namun tak dijelaskan kenapa memakan waktu yang sangat lama untuk menguji sampel 2001.
Di Indonesia, kasus infeksi flu burung H5N1 pada manusia pertama kali terjadi tahun 2005. Menurut data yang dirilis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, ada dua ratus laporan kasus dengan 168 kematian hingga 2018.
Gejala flu burung
Flu burung memiliki banyak turunan. Namun, banyak dikatakan beberapa gejalanya mirip dengan COVID-19. Dilansir situs Alodokter.com, gejala flu burung umumnya muncul di waktu tiga sampai lima hari setelah terpapar.
Gejalanya macam-macam, mulai dari yang ringan sampai berat. Namun, disebutkan juga, beberapa orang tak merasakan gejala apapun. Berikut daftar gejala umum yang dialami penderita flu burung:
- Demam
- Batuk
- Sakit Tenggorokan
- Nyeri otot
- Sakit kepala
- Kelelahan
- Hidung berair atau tersumbat
- Sesak napas
Pengobatan flu burung
Pengobatan untuk mengatasi flu burung berbeda-beda, tergantung gejala yang dialami. Pasien yang terkonfirmasi positif flu burung biasanya dirawat di ruang isolasi untuk mencegah penularan ke pasien lain.
Obat-obat yang bersifat antivirus jadi senjata utama, di antaranya yang paling umum diberikan kepada pasien adalah oseltamivir dan zanamivir. Obat antivirus dapat meredakan gejala sekaligus mencegah komplikasi dan meningkatkan peluang sembuh, tentunya.
Dokter biasanya mengatur agar obat dikonsumsi secepatnya dalam waktu dua hari setelah munculnya gejala. Selain untuk pengobatan, oseltamivir dan zanamivir juga bisa digunakan untuk mencegah flu burung.
Karena itulah oseltamivir dan zanamivir juga sering diberikan kepada orang-orang yang terindikasi lewat riwayat kontak langsung dengan pasien positif flu burung. Orang-orang itu termasuk tenaga medis, keluarga, dan kerabat.
Dalam kondisi tak stabil, ketika pasien mengalami gangguan napas dan hipoksemia, misalnya, dokter akan memasang alat bantu napas dan ventilator.
Varian terbaru flu burung
Dari sekian banyak varian flu burung, yang terbaru adalah H5N8. Februari 2021, Rusia mengumumkan infeksi flu burung pada tujuh pekerja peternakan unggas. Ini adalah kasus pertama penularan H5N8 dari hewan ke manusia.
Varian ini sebelumnya sudah mewabah di sejumlah wilayah di dunia. Namun masih terbatas pada unggas. H5N8 adalah strain atau subtipe virus influenza A yang memicu gejala mirip flu pada unggas dan burung liar.
Pada manusia, risikonya rendah. Kasus tujuh pekerja di Rusia pertama kali dikonfirmasi pada Desember 2020. Anna Popova dari Lembaga Pengawas Kesehatan Konsumen Rusia (Rospotrebnadzor) mengabarkan situasi itu. Saat itu ia juga menginformasikan para pekerja dalam kondisi baik.
Pada unggas, flu burung H5N8 juga dilaporkan terjadi di China, Timur Tengah, hingga Afrika Utara dan beberapa negara Eropa lain. Belum banyak perkembangan berarti dari temuan ini. Yang jelas, laporan awal menyebut para pekerja tertular flu burung H5N8 dari kawanan burung.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.