Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 21 November 2017, Robert Mugabe resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Zimbabwe. Pengunduran itu membuat rencana pemakzulannya oleh parlemen ditangguhkan.

Sebelumnya, Mugabe dikenal bak seorang pahlawanan. Ia dengan semangat membela Zimbabwe supaya merdeka dari penjajahan Inggris. Keinginan itu tercapai. Mugabe pun didaulat sebagai orang nomor satu Zimbabwe. Perkaranya, Mugabe yang awalnya pejuang kemerdekaan berubah jadi diktator.

Jalan kehidupan kadang tiada yang tahu. Robert Mugabe pun begitu. Pria kelahiran Kutama, Zimbabwe 21 Februari 1924 telah dibekali dengan ilmu agama yang kuat dari sekolah misionaris. ia tumbuh jadi seorang pastor Jesuit. Namun, hal itu tak membuatnya merasa cukup.

Ia mencoba cara pembebasan lain dengan memilih melanjutkan pendidikan di Universitas of Fort Hare di Afrika Selatan. Hasilnya gemilang. Kepekaannya terhadap bangsa yang dijajah Inggris kian mengemuka. ia pun mulai menemukan arti dari nasionalisme.

Mulanya ia mengabdikan diri sebagai guru di Ghana. Belakangan ia memilih pulang ke kampung halamannya Rhodesia (kini: Zimbabwe). Mugabe secara mengejutkan muncul dalam peta politik di Zimbabwe.

Ia dikenal sebagai tokoh yang memperjuangan kemerdekaan Zimbabwe dari penindasan orang Inggris. Ia rela ditangkap dan penjara. Puncaknya, ia dan pejuang lainnya berhasil memerdekakan Zimbabwe dari Inggris pada 1980-an. Ia menjelma jadi pemimpin Zimbabwe – dari Perdana Menteri ke Presiden.

Kepemimpinan itu membuatnya bekerja untuk rakyat. Pembangunan digalakan. Pertumbuhan ekonomi dinikmati. Namun, Mugebe tak menghendaki adanya lawan politik. Ia menyebut lawan politiknya melakukan upaya makar.

Mugabe tak segan-segan menumpas mereka di Provinsi Matabeleland pada 1982. Penumpasan itu dianggap memakan korban jiwa mencapai 20 ribu orang. Mugabe pun terus bertindak represif. Ia tak ingin kuasanya dikritik.

Barang siapa yang mengkritik, niscaya akan ditumpas. Kekejaman itulah yang kemudian membuat Mugabe sebagai pejuang dan sebagai pemimpin bak dua orang yang berbeda.

"Ia mengawali dengan sangat baik tetapi berakhir dengan aib karena ia mengikis warisannya sendiri dengan meruntuhkan ekonomi yang pernah bergairah, dengan kekerasan, dengan menunjukkan kecenderungan kediktatoran dan pemerintahan satu orang. Itulah yang akan terungkap dari catatannya."

“Saya pikir titik balik Mugabe adalah ketika ia kehilangan dukungan rakyat, ketika ia menyadari bahwa rakyat tidak lagi mendukungnya. Kemudian ia menjadi reaksioner. Ia bereaksi terhadap keinginan rakyat dengan memaksakan keinginannya kepada rakyat. Itu terjadi sekitar akhir tahun 1990-an,” ujar Morgan Tsvangirai sebagaimana dikutip David Smith dalam laman The Guardian berjudul Zimbabwe's Intellectual Despot: How Mugabe Became Africa's Fallen Angel (2019).

Mantan diktator Zimbabwe yang berkuasa selama 37 tahun, Robert Mugabe. (Wikimedia Commons)

Kuasa Mugabe bertahan lama. Ajiannya tetap sama: represif. Tiada yang berani melawannya. Namun, kepemimpinannya yang terlalu lama mulai membuat segala macam rakyat bersatu. Politisi, militer, hingga aktivis ingin dia lengser.

Militer pertama-tama mendesaknya. Pun parlemen berencana akan melakukan pemakzulan. Mugabe yang sakit-sakitan mulai terdesak. Ia pun memilih opsi mengundurkan diri pada 21 November 2017. Pengunduran diri itu membuat kuasanya selama 37 tahun berakhir.

"Saya, Robert Gabriel Mugabe, berdasarkan pasal 96 konstitusi Zimbabwe, dengan ini secara resmi mengajukan pengunduran diri saya dengan segera," kata ujar surat pengunduran diri Mugabe dikutip laman independent.co.uk, 21 November 2017.