Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sejatinya hadir untuk merangsang prestasi atlet-atlet nasional di kancah dunia. Namun, dalam pelaksanaannya tak begitu. Kementerian itu dianggap tak terlalu peduli dan paham dengan dunia olahraga.

Pandangan itu menguat dengan Menpora, Imam Nahrawi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan atlet bulu tangkis kesohor Indonesia, Taufik Hidayat ikut bersuara. Borok Kemenpora dibukanya. Ia menyebut Kemenpora banyak tikusnya.

Langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengangkat Iman Nahrawi sebagai Menpora era 2014-2019 sempat mendapatkan pujian. Imam Nahrawi pun mulai langkahnya dengan mencoba membuat atlet termotivasi.

Barang siapa yang juara hajatan olahraga internasional, segera diapresiasi dengan bonus melimpah. Apresiasi itu dicairkan dengan cepat. Media massa pun menyabutnya dengan gemilang. Imej negatif tak pernah hinggap di Kemenpora. Namun, waktu memperlihatkan borok Kemenpora dengan sendirinya.

Pejabat Kemenpora dianggap banyak yang melakukan korupsi. Beberapa di antaranya kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Puncaknya, penangkapan itu menyasar Sekretaris Jenderal KONI Pusat, Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Pusat, Johnny F. Awuy.

Taufik Hidayat saat masih aktif sebagai atlet bulu tangkis nasional. (ANTARA)

KPK tak lupa menangkap pula Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi dan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mulyana. Penangkapan itu membuat Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Pemuda dan Olahraga Adhi Purnomo dan anggota stafnya, Eko Triyanto kena jaring juga pada Desember 2018.

Sederet penangkapan itu memunculkan benang merah: Imam Nahrawi diduga terlibat korupsi. Ia dianggap menerima suap – uang pelicin dari berbagai kasus. Kasus dana hibah Kemenpora untuk seleksi calon atlet dan pelatih SEA Games 2019 jadi salah satu contohnya.

Suap yang diterimanya dalam rantang waktu panjang dari 2014-2018 tak sedikit. Imam diduga telah menerima sekitar  Rp26,5 miliar. KPK pun segera merampungkan penyelidikan. Imam segera jadi tersangka KPK pada 18 September 2019.

“Dalam rentang 2014–2018, Imam selaku Menpora melalui Ulum selaku asisten pribadi Menpora diduga telah menerima uang sejumlah Rp14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, IMR selaku Menpora diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11,8 miliar, hingga total dugaan penerimaan Rp26,5 miliar.”

“Uang itu diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR selaku Menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait,” ungkap jubir KPK, Febri Diansyah dalam siaran persnya, dikutip laman KPK sehari setelahnya, 19 September 2019.

Bongkar Borok Kemenpora

Penetapan tersangka Imam Nahrawi membuat banyak orang ikut bersuara. Mantan Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) periode 2016-2017 Kemenpora, Taufik Hidayat, misalnya. Taufik merasakan sendiri bagaimana kinerja buruk pejabat Kemenpora.

Mulanya Taufik percaya diri dirinya dapat membuat Kemenpora lebih peduli atlet. Peraih medali emas Olimpiade Athena 2004 itu mendasarkan niatannya karena pengalaman terdahulu. Atlet-atlet, khususnya Taufik sulit mendapatkan perhatian dan bantuan pemerintah.

Ia pun menerima tawaran berkolaborasi dengan Kemenpora. Nyatanya, jauh panggang dari api. Ia menganggap Kemenpora tak bekerja untuk memajukan atlet-atlet atau olahraga nasional. Pejabatnya kebanyakan hanya memikirkan diri sendiri. Tak lebih.

Ambil contoh kala Kemenpora pernah membuat program semacam duta olahraga. Namun, mereka yang atlet hanya beberapa saja. Selebihnya hanya publik figur belaka yang tak paham luar dalam dunia olahraga.

Kondisi itu diperparah dengan praktik korupsi yang terpampang jelas di Kemenpora. Level korupsinya tak hanya berada di pejabat atas, tapi bawahan juga korupsi. Korupsi berjamaah itu membuat segala macam program Kemenpora terasa hambar bagi perkembangan olahraga nasional.

Taufik pun memahami bahwa siapa pun menterinya takkan ada perubahan jika tak bernyali. Nyali yang dimaksud Taufik adalah suatu keberanian untuk memangkas setengah isi Kemenpora. Jika hal itu tak dilakukan maka tikus-tikus akan selalu mengotori imej Kemenpora.

"Ternyata, waduh, tidak sejalan nih, kiamatlah. Kalau bisa dibilang kasarnya, siapa pun menterinya akan sama saja. Itu harus setengah gedung dibongkar. Tikusnya banyak banget," ujar Taufik Hidayat dalam wawancaranya bersama Deddy Corbuzier dalam program #CLOSETHEDOOR, 11 Mei 2020.