JAKARTA - Perjuangan Nelson Mandela melawan politik apartheid tiada dua. Ia tak ingin kaum kulit hitam dipandang rendah – apalagi disamakan dengan binatang. Pemerintah Afrika Selatan (Afsel) pun menganggapnya sebagai pemberontak berisik nan berbahaya.
Mandela diburu dan dijebloskan ke penjara selama 27 tahun. Alih-alih semangatnya melemah, Mandela justru berperan menghapus kebijakan rasis. Ia jadi pemimpin kulit hitam pertama Afsel. Kiprah itu membuat namanya diabadikan jadi nama bunga mawar.
Rasisme memang bukan barang baru bagi rakyat Afsel. Mereka bak sudah terlampau sering menyaksikan rasisme. Kondisi itu bermula dari kehadiran kongsi dagang Belanda, VOC di Afsel. Penjajah Belanda sudah membeda-bedakan antara kaum kulit putih dan kulit hitam sedari 1652.
Kebijakan itu dilanjutkan dengan rezim penjajah Inggris pada 1806. Orang Afsel selalu mendapat ketidakadilan. Puncaknya, kala negara Afsel berdiri pada 1910. Tuan-tuan kulit putih mulai secara terang-terangan mengungkap kebenciannya kepada kaum bumiputra.
Diskriminasi rasial itu dikemas dalam bungkusan politik Apartheid pada 1948. Tuan-tuan kulit putih itu bak menjadikan Afsel sebagai negara kaum kulit putih. Kaum kulit hitam lokal dianggap tak ubahnya pengganggu – jika tak boleh dikatakan dianggap seraya binatang.
Apartheid membuat hak dasar kaum kulit hitam direduksi – bahkan dihilangkan. Tiada keadilan buat kaum kulit hitam. Kondisi itu membuat kaum kulit hitam di Afsel bergerak melawan. Gong perlawanan yang paling besar hadir dari seorang Nelson Mandela.
Pria kelahiran Mvezo 18 Juli 1918 itu merasakan sendiri bangsanya direndahkan di tanah kelahirannya sendiri. Mandela pun segera bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC). Kehadirannya di partai politik yang memperjuangkan nasib bangsa kulit hitam membuat tuan-tuan kulit putih panik.
Kehadiran Mandela membuat ANC kian berani menggelorakan mogok massal hingga pembangkangan terkait pemerintah kulit putih. Puncaknya, Mandela membangun sayap militer ANC dengan menjalankan taktik perang gerilya.
Mandela pun segera diburu dan dijebloskan ke Penjara Robben Island pada1964. Penahanan itu justru membuat perjuangan Mandela melambung dan bergaung. Ia sempat ingin dibebaskan, tapi Mandela menolak.
Ia ditahan hingga 1990. Namun, perjuangan terus berlanjut. Ia berjasa dalam menghapus politik Apartheid hingga ia menjadi Presiden Kulit Pertama Afsel pada 1994.
BACA JUGA:
“Dengan tenang Mandela juga menceritakan bagaimana dia menolak dibebaskan dari penjara rezim apartheid pada 1985. Dia menolak karena rezim itu menawarkan pembebasan dengan syarat Mandela harus menghentikan perjuangan bersenjata. Selain itu, ia menolak karena kawan-kawan seperjuangan lainnya-Mandela menyebut mereka dengan sebutan kamerad tak dibebaskan: buat apa kalau saya dibebaskan sendirian? Mereka semua pejuang.”
“Bukan hanya pada 1990, bahkan hingga kini rasanya sulit sekali mencari tokoh dunia yang konsisten memperjuangkan perdamaian dan persamaan hak sekaligus membuang dendam sejauh-jauhnya seperti Mandela. Saya rasa kata 'amandla' bukan sekadar sebuah kekuatan perlawanan rakyat, melainkan sebuah kekuatan cinta. Saya rasa Mandela tak akan bisa tergantikan,” ungkap Leila S. Chudori dalam laporannya di majalah Tempo berjudul Dari Kekuatan Kata ‘Amandla’ Nelson Mandela 1918-2013 (2013).
Abadi dalam Nama Mawar
Nelson Mandela memang telah tiada pada 5 Desember 2013. Namun, semangat dan jasa-jasanya tak lantas terlupakan. Seisi Afsel masih mengingat jelas perjuangan Nelson Mandela mewujudkan kesetaraan di Afsel.
Pemerintah Afsel dan Yayasan Nelson Mandela pun mencoba memberikan apresiasi kepada pahlawan Afsel itu. Empunya kuasa mengabadikan nama Mandela jadi nama bunga mawar: Mawar Nelson Mandela pada 8 Februari 2018.
Pemberian nama itu dilakukan dalam rangka memperingati detik-detik ulang tahun Mandela ke-100 tahun yang mencapai puncaknya pada 18 Juli 2018. Mawar itu sendiri hasil dari pengembangan ahli hortikultura, Keith Kirsten. Ia memiliki ide itu sedari 2000.
Ia lalu mengatakan keinginannya kepada Yayasan Nelson Mandela. Namun, ide itu baru dikerjakan benar-benar pada 2014. Hasilnya, mawar berwarna unik jingga kemerahan pun hadir. Mawar itu dianggap sebagai perwujudan dari Mandela terkait ketahanan, pelayanan, dan kepedulian.
Orang-orang pun yang melihat Mawar Nelson Mandela menjadi memahami bahwa perjuangan Mandela yang besar. Perjuangan itu membuat hadirnya demokrasi di Afsel dan memutus narasi rasisme yang sudah menahun.
“Jika mawar adalah tentang cinta, pelayanan publik adalah tentang pelayanan kepada masyarakat. Kita di pemerintahan harus bertanggung jawab: pelayanan publik adalah tentang cinta kepada masyarakat, bukan tentang melayani diri sendiri tetapi tentang melayani masyarakat Afrika Selatan,” ungkap Perdana Menteri Gauteng David Makhura dikutip laman Yayasan Nelson Mandela, 8 Februari 2018.