Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 20 tahun yang lalu, 21 September 2004, seisi dunia menyabut album musik terbaru dari band punk rock, Green Day berjudul American Idiot. Band yang berasal dari Berkeley, California mencoba menuangkan sikap politik mereka yang anti Presiden AS, George W. Bush.

Sebelumnya, Green Day dikenal luas sebagai penanda kebangkitan punk di California. Eksistensi itu dibuktikan dengan hadirnya ragam album musik. Musik mereka pun mencoba menerobos pakem punk yang ada. Suatu punk ala Green Day.

Billie Joe Amstrong dan Mike Dirnt dikenal sebagai sahabat sejatinya. Keduanya telah berteman sejak kecil. Kedekatan itu membuat mereka hidup dan bermusik bersama-sama. Mereka pun mulai mendengar banyak musik dari kelompok punk kenamaan dunia macam Ramones dan Dead Kennedys.

Inspirasi itu membuat mereka berpikir membentuk band. Billie (gitar, vokal) dan Dirnt (bass) lalu mengajak Sean Hughes (drum) membangun sebuah band bernama Sweet Children pada 1987. Hughes pun dalam perjalanannya digantikan oleh John Kiffmeyer (Al Sobrante).

Cover album American Idiot karya Green Day. (Istimewa)

Saban hari pemuda asal Berkeley itu terus mengasah bakat dalam bermusik. Mereka mulai mendalami intisari dari punk sebagai musik perlawanan. Pucuk dicinta ulam tiba. Mereka mendapatkan kesempatan masuk dapur rekaman lewat label lokal, Lookout Records.

Kondisi itu membuat Sweet Children berganti nama dengan Green Day. Mereka pun menelurkan Album musik pertama, 39/Smooth pada 1991. Belakangan Sobrante hengkang. Pria bernama lengkap Frank Edwin Wright III (Tre Cool) lalu menggantikannya.

Kehadiran Tre Cool mampu memberikan semangat baru bagi Billie dan Dirnt. Kondisi itu membuat mereka mengeluarkan Album kedua, Kerplunk pada 1992. Namun, suara gong terbesar Green Day muncul kala label rekaman besar, Reprise mengontrak Green Day.

Hasilnya gemilang album Dookie dirilis pada 1994. Album itu jadi penanda besar Green Day diperhitungkan di belantika musik. Lagu-lagu mereka macam Basket Case hingga When I Come Around terus menerus diputar radio di seluruh dunia.

Kondisi itu membuat Dookie mampu terjual sebanyak 15 juta kopi di seluruh dunia. Suatu prestasi yang jadi pemantik Green Day kian semangat berkarya.

“Dua album Green Day berikutnya, Insomniac (1995) dan Nimrod (1997), sukses secara komersial tetapi gagal menyamai kesuksesan besar Dookie , dan Warning (2000) menandai memudarnya popularitas band tersebut,” tertulis dalam laman Britannica.

Album musik Warning memang sempat dianggap penanda memudarkan pesona Green Day. Namun, Billie dan kawan-kawan tak punya kata menyerah dalam kamusnya. Mereka mencoba mengakumulasikan sikap politiknya yang jengah melihat tingkah laku Presiden AS era 2001-2009, George W. Bush.

Tingkah laku itu dari peristiwa 11 September, Perang Irak, hingga eksisnya Bush melakukan propaganda. Green Day pun menuangkan ketidaksukaannya pada Bush lewat lagu-lagu macam American Idiot dan Holiday.

Konser Green Day, grup punk rock kondang asal Berkeley, Amerika Serikat. (Facebook Green Day) 

Alhasil, dua lagu itu bersanding dengan lagu bermuatan politis lainnya dalam album American Idiot. Album musik itu dirilis secara serentak di seluruh dunia pada 21 September 2004. Album itu mendapatkan sambutan meriah. Keberanian Green Day pun membawa puja-puji.

“Meski begitu, tak ada yang lebih penting di album ini dibandingkan dengan nomor pembuka, sekaligus judul album, American Idiot. Armstrong menyerang pemerintah Bush yang didominasi kekuatan media dan propaganda, lewat syair yang jauh lebih menampar dibanding saat Sex Pistols meledek Ratu Elisabeth II lewat God Save the Queen pada 1977.”

“Armstrong seperti menyebarkan mantra baru yang langsung bertengger di pucuk daftar lagu di seluruh dunia: Don't want to be an American idiot, Don't want a nation under the new media, (one nation controlled by the media) Can you hear the sound of hysteria, The subliminal mind f*ck America,” ujar Akmal Nasery Basral dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Mantra Baru dari Berkeley (2005).