Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 79 tahun yang lalu, 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pengajaran pertama (kini: Menteri Pendidikan). Pemilihan itu karena kapasitas Dewantara dianggap mempuni.

Dewantara memahami benar pendidikan sebagai alat pembebas dan keluar dari kebodohan. Sebelumnya, Dewantara pernah mengubah arah perjuangannya. Dulu kala ia memilih jalur politik radikal. Belakangan Dewantara merasa yakin perjuangan lewat pendidikan dapat bergaung lebih lebih besar untuk kemerdekaan Indonesia.

Perjuangan Ki Hajar Dewantara untuk melepas belenggu penjajahan penuh liku. Pria yang mulanya dikenal sebagai Soewardi Soerjaningrat kerap bersikap impulsif. Ia membenci penjajahan. Ia tak ingin kaum kulit putih hidup merendahkan nasib kaum bumiputra.

Kondisi itu membuat kerap menantang berkelahi sinyo dan anak Belanda. Kepekaannya terhadap nestapa penjajahan kian terbuka lewat pendidikan. Ia mulanya masuk ke Sekolah pendidikan dokter Bumiputra (STOVIA). Namun, ia tak kerasan di STOVIA.

Ia justru hidup dengan menjadi jurnalis dan ikut pergerakan. Dua hal yang dianggapnya jauh lebih menantang. Ia memanfaatkan bakatnya sebagai jurnalis dalam melanggengkan kritik atas penjajahan. Ia bergabung dengan Koran perjuangan De Expres pada 1912.

Bung Karno, Fatmawati, dan Ki Hajar Dewantara. (Perpusnas)

Soewardi juga  bersama-sama dengan rekannya Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ernest Douwes Dekker ditahun yang sama mendirikan suatu partai fenomenal. Indische Partij (Partai Hindia), namanya.  Ketiganya lalu dijuluki Tiga Serangkai (Triumvirat).

Kombinasi ketiga pejuang kemerdekaan Indonesia kian merepotkan Belanda. Saban hari mereka kerap mengusik pikiran kaum bumiputra untuk melawan dan menentang kuasa Belanda. Belanda pun memilih memenjarakan dan mengasingkan ketiganya ke Belanda pada 1913.

Soewardi yang dikenal radikal mulai mencoba membuka cakrawala pikiran lebih luas di Belanda. Ia melihat politik memang jalur perjuangan yang mempuni. Namun, ia melihat bahwa Belanda justru memelihara kebodohan. Opsi mencerdaskan anak bangsa pun dilakukan.

“Dia dibuang lima tahun ke Belanda dan kembali ke Hindia Belanda (kini: Indonesia) pada tahun 1919. Namun, ia sudah menjadi orang lain: Ki Hajar Dewantara dan bukan lagi Soewardi. Ia mendirikan Taman Siswa dan membangun tata aru di dalam kelas dengan basis ideologi kekuluargaan dan pembinaan,” tulis Takashi Shiraishi dalam buku 1000 Tahun Nusantara (2000).

Ki Hajar Dewantara pun mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 1922. Idenya adalah pemulian manusia secara pribadi dan berakar dari kultur. Pendidikan itu juga terbuka denga kultur barat. Kombinasi itu mampu menghadirkan pengaruh positif bagi cikal bakal pembangunan pendidikan nasional.

Eksistensi itu telah ditelaah lebih jauh oleh para tokoh bangsa selepas Indonesia merdeka. Soekarno pun mendapatkan masukan dan mengetahui eksistensi Ki Hajar Dewantara di dunia pendidikan. Bung Karno lalu tak ragu menunjuk Dewantara sebabagai Menteri Pengajaran pada 19 Agustus 1945.

Kepempinan Dewantara membekas. Ia segera menata pendidikan dan pengajaran di Indonesia. Ia mulai menyiapkan regulasi dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Ia pun segera merumuskan misi untuk mengurangi buta huruf di Nusantara.

“Realisasi sistem pendidikan pasca kemerdekaan secara kelembagaan birokratis, Ki Hajar Dewantara pada tanggal 19 Agustus 1945 didaulat sebagai Menteri Pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan pertama demi pendidikan Indonesia,” ungkap Indra Jaya Kusuma Wardhana dalam buku Historiografi pendidikan Indonesia (2023).