Bagikan:

JAKARTA - Soeharto tak pernah menghendaki hajatan biasa untuk pernikahan anak-anaknya. Presiden Indonesia era 1967-1998 hanya menghendaki citra mewah nan meriah. Laku hidup itu ditonjolkan dalam pemilihan lokasi nikah dan tamu undangan yang bejibun.

Pernikahan mewah juga tak luput digelar kala Prabowo Subianto mempersunting anaknya, Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto). Pernikahan itu dihadiri ribuan undangan, dari pejabat hingga pengusaha. Sesuatu yang membuat pernikahan keduanya banjir kritik.

Gaya kepemimpinan otoriter jadi ciri utama pemerintahan Soeharto dan Orba. Soeharto yang otoritarian mampu menggerakkan militer untuk mengontrol ragam sektor. Antara lain keamanan, ekonomi, dan politik.

Kuasa itu membuat Soeharto mampu meraih segala macam ambisi politik. Semuanya bisa saja didobrak sesuai kehendak The Smiling General. Potret itu membuat aroma kejam mengarah kepada sosok Soeharto.

Cerita berbeda akan didapat jika mengambil pandangan Keluarga Cendana. Soeharto adalah segalanya. Ia bersedia melakukan segalanya demi Keluarga Cendana. Alih-alih hanya memberi ruang keluarganya untuk berbisnis, Soeharto justru mampu mengistimewakan keluarganya sampai urusan daur hidup. Segalanya ingin dirayakan Soeharto.

Prabowo Subianto beserta Titiek Soeharto dan putra mereka, Ragowo 'Didit' Hediprasetyo saat momen buka puasa bersama, 12 Maret 2024. (Instagram/@Prabowo)

Pernikahan, utamanya. Ia tak ingin hajatan pernikahan anak-anaknya cenderung biasa saja. Soeharto hanya menghendaki hajatan yang mewah nan meriah.

Kondisi itu ditonjolkan kala anaknya nikah secara bersamaan di Istana Bogor pada 29 Januari 1972. Pernikahan Siti Hardijanti Hastuti Rukmana (Tutut) dengan Indra Rukhmana, serta Sigit Harjojudanto dengan Elsje Anneke Ratnawati.

Hajatan itu berlangsung mewah karena tak sembarang orang dapat menikah di Istana Bogor yang notabene istana kepresidenan. Karenanya, pernikahan anak pertama dan kedua itu jadi pesta terbesar pertama yang dihelat Soeharto. Apalagi, Probosutedjo (adik Soeharto) sampai harus sementara pindah rumah untuk mengurusi pesta pernikahan.

Kondisi yang sama juga dilakukan Soeharto kala menikahkan anaknya yang lain. Keinginan itu ditonjolkan kala anak dari Begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikoesoemo, Prabowo Subianto melamar anaknya, Titiek pada 1983.

Soeharto pun berkehendak pesta pernikahan akan dihelat dengan mewah dan meriah. Tidak boleh tidak.

“Urusan pernikahan anak-anak Cendana pun kami yang turun tangan. Saya masih mengingat kenangan manis bagaimana repotnya kami menangani pernikahan Tutut dan Sigit. Saya sampai harus pindah rumah, dari Tomang ke Menteng, agar bisa setiap hari mengikuti tahapan-tahapan persiapan.”

“Kerepotan yang mendatangkan kebahagiaan. Pesta pernikahan mereka sangat unik. Pernikahan Tutut dan Indra Rukmana, serta Sigit dan Elsye, dilakukan bersamaan di Istana Bogor. Sebuah perhelatan yang begitu meriah. Inilah pesta pertama terbesar yang pernah dilakukan Mas Harto dan Mbakyu Harto,” ujar Probosutedjo sebagaimana ditulis Alberthiene Endah dalam buku Memoar Romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto (2010).

Undang Kritik

Pernikahan Prabowo-Titiek tak kalah megah. The Smiling General sendiri bahkan sudah mengosongkan jadwal jauh-jauh hari dari agenda kenegaraan. Pengorbanan itu dilakukan untuk terlibat penuh dalam persiapan pernikahan putrinya.

Pendopo Sasono Agung Utomo dan Sasoso Langen Budaya dipilih sebagai tempat pernikahan yang berlangsung pada 8 Mei 1983. Soeharto memastikan segalanya berjalan baik, dari panitia penikahan hingga pawang hujan.

Mereka yang menjadi saksi pernikahan tak kalah mentereng. Saksi dari pihak Soeharto adalah Wakil Presiden Indonesia, Umar Wirahadikusumah. Sedang dari pihak Soemitro adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan yang juga mantan Panglima ABRI, Jenderal M. Jusuf.

Hajatan itu diberitakan oleh segenap media massa sebagai salah satu pernikahan akbar yang ada di tahun tersebut. Tamu undangan yang hadir tak sedikit. Presiden Soeharto menghendaki pernikahan anaknya dapat mendatangkan tamu hingga tiga ribu orang.

Hasilnya gemilang. Acara pernikahan berlangsung meriah. Namun, masalah muncul. Pernikahan mewah itu mendapatkan kritik dari sana sini. Pernikahan Prabowo-Titiek justru membuat Soeharto bak menjilat ludah sendiri.

Prabowo Subianto beserta Titiek Soeharto dan putra mereka, Ragowo 'Didit' Hediprasetyo. (Instagram/@tututsoeharto)

Semuanya karena Soeharto pernah mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 10 Tahun 1974. Kepres itu mengajak pegawai pemerintahan untuk hidup sederhana. Penyelenggaraan pernikahan mewah itu jadi dilema. Sebab, orang nomor satu Indonesia justru mempertontonkan sendiri hidup mewah.

Kondisi itu kemudian bak bukti bahwa hidup sederhana di kalangan pejabat tinggi bak bualan belaka – jika tak dapat dikatakan adalah suatu keniscayaan.

Pernikahan mewah anak Soeharto itu jadi pemantik pejabat-pejabat lainnya menggelar hajatan yang mewah dan besar. Urusan melanggar Kepres tak jadi soal. Semuanya karena Orba tak benar-benar serius menjatuhi sanksi dari aturan yang dibuat sendiri.

“Dua dekade sejak Soeharto lengser dari kursi penguasa tertinggi Indonesia, media massa masih sering menjadikan Keluarga Cendana sebagai subjek pemberitaan. Mulai dari kasus pidana yang membelit anggota keluarga tersebut, sampai yang sifatnya urusan pribadi seperti pernikahan dan perceraian."

"Hal tersebut menunjukkan ketertarikan publik terhadap Soeharto dan keluarganya yang belum sepenuhnya pupus. Bahkan, setelah mereka tidak lagi memiliki kekuatan politik menyusul kejatuhan Orba,” terang Dhianita Kusuma Pertiwi dalam buku Mengenal Orde Baru (2021).