JAKARTA - Pada 29 Februari 2019, penjaga gawang Chelsea, Kepa Arrizabalaga menolak strategi manajer Maurizio Sarri untuk menggantinya dengan William Caballero. Kejadian itu meruntuhkan otoritas Sarri sebagai manajer tim. Berbagai spekulasi soal ada apa di balik peristiwa itu meluas.
Chelsea dan Manchester City sama kuat. Pertandingan Final Piala Carabao gagal mengangkat pemenang hingga waktu normal berakhir. Pertandingan berlanjut dengan perpanjangan waktu, di mana Kepa tampak dua kali membutuhkan perawatan medis.
Ia menderita kram. Di waktu itu, Kepa juga dituding mengulur waktu pertandingan, sebelum akhirnya melambai panik kepada Sarri dan asistennya, Gianfranco Zola yang berada di bench. Sarri pun memutuskan mengganti Arrizabalaga dengan William Caballero di menit akhir sebelum pertandingan berlanjut ke babak adu penalti.
Namun, Kepa tiba-tiba menolak diganti. Penolakan itu memicu reaksi marah dari Sarri, yang kemudian berusaha maju menghampiri penjaga gawang muda itu, meski urung karena ditahan oleh Antonio Rudiger. Reaksi Kepa mengundang banyak keheranan. Penolakan itu tak membuat rekan setimnya terkesan. Dan Caballero terpaksa menunggu dengan canggung di pinggir lapangan.
Spekulasi liar runtuhnya otoritas Sarri di Chelsea
Pertandingan pun berlanjut ke babak adu penalti, dengan Kepa tetap berada di bawah mulut gawang. Performa Kepa tak buruk-buruk amat sejatinya. Di posisi genting, Kepa berhasil menghalau eksekusi Leroy Sane, meski kemudian gagal menahan tendangan Sergio Aguero. Chelsea kalah tipis 4-3.
Sarri dan Kepa lalu berbicara setelah pertandingan. Kepa bersikeras insiden itu berasal dari gangguan komunikasi. Kepa berkata, "Tidak pernah niat saya untuk melawan manajer." Kepa kemudian kembali menegaskan situasi itu di media sosial. "Saya sangat menghormati pelatih dan otoritasnya," tulis Kepa.
Meski begitu, sebagian besar orang mengecam kiper termahal --saat itu-- yang digaji 190 ribu poundsterling. Mengutip The Guardian, Chelsea pun berusaha menjelaskan insiden di penghujung babak itu sebagai kesalahpahaman.
Kepa dan Sarri pun sempat meneguhkan sikap bersama. Keduanya berupaya menjernihkan suasana di ruang ganti. Meski begitu Kepa tetap bertanggung jawab memberi penjelasan lebih lanjut untuk menyelesaikan masalah dengan baik, mengingat Chelsea kala itu akan menghadapi pertandingan berat lain di Liga Inggris melawan Tottenham Hotspur.
“Saya sangat senang bermain di final piala pertama saya untuk Chelsea dan sangat bangga dengan kinerja tim ... Saya telah memikirkan lebih banyak tentang kejadian kemarin. Meskipun ada kesalahpahaman, saya mengetahui telah membuat kesalahan besar dengan cara saya menangani situasi tersebut,” kata Kepa.
“Saya ingin meluangkan waktu hari ini untuk meminta maaf sepenuhnya dan secara langsung kepada pelatih, kepada Willy, rekan satu tim saya, dan kepada klub. Saya telah melakukan ini dan sekarang saya ingin menyampaikan permintaan maaf yang sama kepada para penggemar," kata Kepa.
Spekulasi soal hancurnya otoritas Sarri di skuad Chelsea tak mereda. Pun dengan segala penjelasan klub, semua sepakat, kejadian itu telah merusak otoritas Sarri. Apalagi, pelatih Italia kala itu memang dalam tekanan luar biasa.
Sebelum pertandingan melawan Manchester City, kekecewaan terhadap Sarri telah lebih dulu meluas di tribun setelah tersingkirnya Chelsea dari Piala FA oleh Manchester United. Kekecewaan itu konon menular ke lapangan, dengan segala taktik Sarri yang dipertanyakan.
Misteri kepergian Sarri
Sarri pun akhirnya meninggalkan Chelsea dengan meninggalkan banyak misteri, terutama soal apakah ini pemecatan atau pengunduran diri. Yang jelas, pada 20 Juni 2019, pelatih yang saat itu berusia 60 tahun diperkenalkan sebagai pelatih Juventus.
Laporan Calciomercato pada Rabu, 19 Juni 2019 menjelaskan bahwa keputusan pergi diambil diambil Sarri karena ia tak lagi disukai oleh manajemen, pemain, dan suporter Chelsea. Manajemen dan suporter Chelsea juga telah menyatakan secara terbuka ketidaksukaan mereka pada Sarri, lengkap dengan alasan.
Zola, asisten Sarri di Chelsea mengungkap apa alasan pemain Chelsea sangat membenci Maurizio Sarri: pola latihan menjenuhkan. "Awalnya para pemain sangat mendukung segalanya sehingga kami semua berkata, mereka brilian. Mereka mengikuti semuanya," kata Zola.
"Setelah beberapa pekan berlalu, karena jumlah pertandingan semakin banyak para pemain Chelsea menjadi lelah dan jenuh. Namun, kejenuhan adalah bagian dari pekerjaan kami. Terkadang Anda perlu merasa jenuh tapi ketika jenuh Anda terus bertahan dengan yang Anda lakukan dan menjadi lebih baik," ucap Zola.
Ketidaksukaan terhadap Sarri pun timbul dari Roman Abramovich, orang nomor satu di klub. Sadar ia tak lagi dihormati, Sarri pun pergi. Capaian Sarri bersama Chelsea sebenarnya tak bisa juga dibilang buruk. Sarri berhasil mengantar Chelsea menjuarai Liga Eropa 2018/19. Sarri juga membantu Chelsea finis di posisi tiga klasemen Liga Inggris di musim yang sama.
Sementara, bagi Kepa, pembangkangan terhadap perintah Sarri membuat gaji satu minggunya dialihkan ke Chelsea Foundation. Klub juga mencabut kebijakan mereka merahasiakan sanksi internal.