Bagikan:

JAKARTA - Ratu Kalinyamat adalah bukti emansipasi wanita telah berlangsung dari masa lampau. Penguasa Kalinyamat, Jepara itu jadi bukti bahwa wanita tak melulu aktif urusan dapur. Seorang wanita bahkan dapat andal dalam urusan politik hingga militer.

Semuanya segan kepada Ratu Kalinyamat. Penjajah Portugis, apalagi. Eksistensi Portugis di Melaka sempat diobrak-abrik. Ratu Kalinyamat mengirim ribuan pasukannya melawan penjajah. Narasi itu jadi bukti bahwa salah satu kerajaan di Nusantara pernah dipimpin oleh wanita perkasa.

Khalayak umum jarang mengenal nama Retna Kencana. Namun, jika orang menyebut nama Ratu Kalinyamat ingatan akan membawa kembali terkait euforia sosok wanita hebat penguasa Jepara era abad ke-16.

Ratu Kalinyamat memang lahir dengan nama Retna Kencana. Retna adalah anak dari Raja Demak ke-3, Sultan Trenggana. Ia kemudian dijodohkan dengan Pangeran Hadiri. Perkawinan itu membuat keduanya memerintah Kerajaan Kalinyamat yang berpusat di Jepara.

Dewa fortuna tak selamanya berada dalam keluarga Retna. Intrik politik membuat suami Retna terbunuh 1549. Kematian itu membawa luka yang amat dalam. Retna jadi ketiban tanggung jawab sebagai penguasa Jepara.

Presiden Jokowi memeberikan plakat gelar kehormatan Pahlawan Nasional bagi Ratu Kalinyamat yang diterima Pj Bupati Jepara, Edy Supriyanta di Istana Negara, Jakarta (10/11/2023). (Pemprov Jateng)

Orang-orang kemudian mulai mengenalnya sebagai Ratu Kalinyamat. Wilayah kuasanya cukup besar. Dari Jepara hingga Blora. Kepimimpinan Ratu Kalinyamat mampu membukam nada pesisme bahwa wanita tak layak jadi pemimpin.

Kerajaan Kalinyamat di eranya justru mencapai puncak kejayaan. Armada lautnya bejibun. Pun begitu diperhitungkan di seantero negeri. Armada laut itu membuat Kerajaan Kalinyamat tak gentar bila melawan musuh-musuhnya.

Semuanya karena kegeniusan seorang wanita. Ia andal dalam bidang politik dan militer. Pun urusan perniagaan Jepara jadi tak cuma dikenal sebagai pelabuhan transit belaka. Sebab, Kerajaan Kalinyamat terkenal pula sebagai penghasil kelapa, kapuk, hingga palawija.

“Ratu Kalinyamat merupakan seorang pemimpin tanah Jepara yang amat disegani. Di tangan beliau, Jepara menjadi Kerajaan Bahari dimana rakyatnya hidup dengan mengandalkan lautan sebagai sumber utama penghidupannya.”

“Ratu inilah yang berhasil mendirikan kerajaan Maritim yang kuat. Di bawah kekuasaannya Jepara mengalami perkembangan yang amat pesat yaitu menjadi pelabuhan terbesar di tanah Jawa serta memiliki armada laut yang besar dan kuat. Selama 30 tahun masa pemerintahannya, Jepara mencapai masa kejayaannya,” terang Bambang Sulistyanto dalam buku Ratu Kalinyamat: Sejarah atau Mitos. (2019).

Lawan Portugis

Amarah Ratu Kalinyamat meninggi melihat kesewenang-wenangan Portugis di Melaka. Apalagi, penjajah itu datang hanya dengan niatan memonopoli perdagangan rempah setempat. Bukan membangun Melaka.

Ratu Kalinyamat langsung saja mengamini permintaan Raja Johor yang ingin wilayahnya kembali. Ia berniat membantu dengan penuh kesungguhan. Penguasa Kalinyamat itu menggerakan 40 kapal perang. Kapal perang yang dikirimnya mampu memuat total 5 ribu orang prajurit pada 1550.

Serangan itu membuat kaget Portugis. Namun, persenjataan yang mempuni dari pihak Melaka membuat serangan itu dapat diantisapasi. Serangan itu boleh jadi dianggap kegagalan oleh Ratu Kalinyamat. Ia pun mencoba menghimpun kekuatan dan menyerang kembali 24 tahun setelahnya ke markas Portugis di Malaka.

Hasilnya gemilang. Ratu Kalinyamat mengerahkan 300 kapal layar, yang 80 buah diantaranya berukuran besar masing-masing berbobot 400 ton. Isi kapal itu terdapat 15 ribu pasukan pilihan. Perang itu memang tak dapat membebaskan Melaka dari Portugis, tapi serangannya membuat Portugis jera dan tak mengganggu kerajaan di Jawa. Sekalipun Ratu Kalinyamat sudah tiada.

Keberanian Ratu Kalinyamat pun coba direkam kembali oleh pemerintah. Ratu Kalinyamat dianggap sebagai wujud sempurna dari emansipasi wanita. Empunya kuasa kemudian memberikan penghargaan Pahlawan Nasional Indonesia kepada Ratu Kalinyamat.

Makam Ratu Kalinyamat di Kompleks Masjid Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. (Dok. Dinas Kominfo Jepara)

Penghargaan itu diberikan secara paripurna pada 10 November 2023. Karenanya, penghargaan itu memutus mata rantai anggapan yang menyebut Ratu Kalinyamat adalah mitos.

“Tapi sudah ada penelitian yang dilakukan dan ada hasilnya dalam bentuk buku soal Ratu Kalinyamat. Buku Ratu Kalinyamat: Sejarah atau Mitos (2019), ini adalah buku pertama yang dibuat berdasarkan sumber tutur. Kemudian setelah 4 tahun tim peneliti bekerja keras akhirnya berhasil mengumpulkan bukti dari laporan penelitian empiris.”

“Yang pada akhirnya bisa dijadikan dasar dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, menjadi bukti primer bahwa keberadaan Ratu Kalinyamat ini adalah nyata dan perannya juga dapat ditelusuri sebagaimana catatan sejarah yang ada di Portugis,” ujar Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat sebagaimana diwawancarai VOI, 21 Februari 2022.