Bagikan:

JAKARTA - Keberanian Ida Dewa Agung Jambe II membawa pengaruh besar bagi sejarah bangsa Indonesia. Raja Klungkung itu jadi bukti bahwa tak semua kerajaan harus tunduk kepada Belanda. Alih-alih memilih bekerja sama, Dewa Agung justru menggelorakan Perang Puputan Klungkung.

Sebuah perang yang notabene berjuang hingga titik darah penghabisan. Dewa Agung Jambe dan segenap rakyatnya andil bagian dalam melawan. Keberaniannya dikenang luas di seantero negeri. Sekalipun ia dan rakyatnya gugur.

Pemerintah kolonial Hindia Belanda tak pernah puas mengeksploitasi kekayaan bumi pertiwi. Empunya kuasa terus melanggengkan niatan untuk memonopoli perdagangan. Ajiannya macam-macam. Kadang kala mereka mendekati penguasa lokal. Kadang pula mencari alasan penguasa lokal supaya dapat menyerang.

Langkah itu terlihat kala Belanda mulai melirik Pulau Bali sebagai tambang uang baru pada 1900-an. Pemerintah lokal pun coba dikuasai. Sederet perjanjian dengan penguasa lokal dilanggengkan. Belanda menawarkan kesepakatan menggiurkan.

Presiden Jokowi memberikan tanda gelar Pahlawan Nasional kepada Ida Agung Dewa Jambe II yang diwakili ahli warisnya di Istana Negara, Jakarta pada 10 November 2023. (Antara)

Belanda dapat memonopoli perdagangan candu atau opium di Bali. Sedang penguasa lokal dapat persenan tiap tahun dari hak monopoli Belanda. Namun, faktanya tak selaras. Kebijakan itu dianggap banyak bawa mudarat, ketimbang manfaat.

Penguasa Kerajaan Klungkung, Agung Jambe ikut merasakannya. Ia jadi salah satu raja yang menandatangani perjanjian dengan Belanda. Agung Jambe merasa kebijakan berat sebelah. Kerajaan Klungkung tak mendapatkan untung besar.

Siasat dimainkan. Mereka mencoba melanggengkan perdagangan secara diam-diam. Niatan itu tak berlangsung lama. Belanda melanggengkan patroli yang merepotkan seisi Klungkung. Apalagi, patroli Belanda mulai masuk ke daerah-daerah Kerajaan Klungkung lainnya.

Masalah itu membuat Agung Jambe berang. Perlawanan pun dilanggengkan untuk memberikan teguran kepada patroli Belanda.

Perang puputan Klungkung. (Dok. Puri Agung Klungkung)

“Pekik suara pentungan serentak dibunyikan di seluruh Gelgel sehingga patroli Belanda sebanyak 50 orang diserbu dari segala jurusan. Pada waktu itulah Cokorda Raka lari dari sebelah Utara dengan maksud memerintahkan agar Laskar Klungkung menghentikan perlawanan dan mundur tetapi tidak dihiraukan bahkan Cokorda Raka tertembak.”

“Sementara itu patroli Belanda mundur ke arah Klungkung dan bersamaan dengan serangan dari segala jurusan, meriam I Bangke Bahi ditembakkan sehingga Letnan Haremaker mengalami luka berat dan mati setelah sampai di Gianyar. Pada waktu itu, tidak ada Laskar Gelgel yang gugur sedangkan di pihak Belanda di samping Letnan Haremaker tewas, terdapat 9 orang serdadu Belanda yang mengalami luka-luka ringan, yaitu: Hangen, Battema, Van der Heijden, Rostma, Bezemer, Sowinadi, Taevan, Kartadjo dan Saiman,” Made Sutaba dan kawan-kawan dalam buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperealisme dan Kolonialisme di Daerah Bali (1983).

Perang Puputan Klungkung

Penyerangan itu membuat Belanda berang. Empunya kuasa terus menggerakkan pasukan dengan persenjataan lengkap. Serangan di arahkan ke Laskar Klungkung yang notabene pasukan Kerajaan Klungkung. Belanda yang unggul senjata kemudian dengan mudah mengobrak-abrik kekuatan kerajaan Klungkung.

Pasukan Belanda mampu menembus barikade Laskar Klungkung dan memborbardir Puri Smarapura pada 28 April 1908. Raja Klungkung Agung Jambe kemudian menggelorakan Perang Puputan. Perang sampai titik darah penghabisan.

Segenap Laskar Klungkung hingga rakyat pun ikut dalam Perang Puputan Klungkung. Keunggulan senjata membuat Belanda menang mudah. Apalagi Belanda kerap menerapkan strategi menghancurkan lawan dengan tembakan meriam tanpa henti.

Raja dan pengikutnya meninggal dunia. Harta kerajaan pun banyak dijarah Belanda. Peristiwa itu menandai fase jatuhnya Bali secara paripurna kepada Belanda. Namun, pengaruh besar perlawanan Dewa Agung Jambe tak mudah dilupakan.

Gerbang Puri Smarapura, bekas Kerajaan Klungkung di Bali yang tersisa. (Wikimedia Commons)

Semangat dan keberanian Dewa Jambe menginspirasi segenap rakyat Indonesia melawan penjajah. Sebagai bentuk penghargaan, pemerintah Indonesia era Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Agung Jambe pada 10 November 2023. Pemerintah ingin semangat dan keberanian Dewa Agung Jambe terus jadi inspirasi generasi yang akan datang.      

 “Pada Puputan Klungkung tewas 108 anggota keluarga istana, termasuk wanita dan anak-anak, serta sekitar 1.000 orang prajurit. Pembantaian yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada kedua puputan (Puputan Badung dan Klungkung) itu mendapat kecaman di Eropa yang mempermalukan pemerintah Belanda.”

“Pemerintah kolonial Belanda di Indonesía dipandang tidak becus menundukkan kerajaan kecil di Bali yang tidak bersatu harus mengorbankan ribuan nyawa manusia. Padahal, hal yang seharusnya dilakukan untuk penaklukan itu bisa dilakukan dengan diplomasi,” ungkap I Ngurah Suryawan dalam buku Genealogi kekerasan dan pergolakan subaltern (2010).