Mengenang Pahlawan Nasional dari Lampung, Ahmad Hanafiah
Ahli waris tokoh Ahmad Hanafiah meletakkan tanda gelar Pahlawan Nasional saat pemberian tanda gelar di Istana Negara, Jakarta, Jumat (10/11/2023). (Antara/Hafidz Mubarak A/nym)

Bagikan:

JAKARTA - Nafsu penjajah Belanda ingin menguasai Indonesia ditentang seisi Nusantara. Segenap rakyat Indonesia memilih membela bangsa dan negaranya. Mereka banyak membentuk laskar-laskar perlawanan untuk membentuk TNI melawan Belanda. K.H. Ahmad Hanafiah, apalagi.

Pejuang kemerdekaan asal Lampung itu tak mau ketinggalan. Ulama kesohor itu membentuk Laskar Hizbullah dengan para pengikut. Laskar Hizbullah kemudian jadi wadahnya melawan Belanda di Pulau Sumatra hingga titik darah penghabisan.

Penjajah Belanda tak pernah merelakan Indonesia lepas. Mereka kerap melihat Nusantara bak tambang duit. Sumber daya alamnya dapat menghasilkan pundi-pundi pendapatan, sedang rakyatnya dapat diperas seperti sapi perah.

Narasi itu membuat Belanda datang membonceng sekutu –Inggris tak lama setelah kemerdekaan Indonesia. Pasukan militer bersenjata lengkap dilibatkan. Tujuannya untuk menguasai Indonesia kali kedua. Belanda paham benar jika Indonesia belum siap secara dana dan militer.

Kombinasi itu buat Belanda dengan panji Tentara Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) percaya diri dapat merebut kembali Nusantara. Jauh panggang dari api. Ajian teror yang diberikan kepada rakyat Indonesia tak mempang.

Pejuang kemerdekaan asal Lampung, K.H. Ahmad Hanafiah. (lampungprov.go.id)

Alih-alih rakyat Indonesia tunduk, mereka justru balik melawan. Sekalipun dengan persenjataan yang pas-pasan. Keberanian itu jadi bukti bahwa segenap rakyat Indonesia tak mau dijajah lagi. Mereka pun mengabdikan diri untuk membangun laskar-laskar perjuangan di seantero negeri.

Mereka ingin terlibat membantu TNI yang kala itu masih berusia seumur jagung. Pejuang kemerdekaan asal Lampung Ahmad Hanafiah pun tak mau ketinggalan. Ia pun membentuk Laskar Hizbullah. Laskar itu dibentuk guna menjadi wabah umat Islam –Muhammadiyah hingga Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) mengabdikan diri melawan Belanda.

Hasilnya gemilang. Belanda geram bukan main melihat perlawanan rakyat Indonesia. Gelora itu membuat Belanda melanggengkan operasi militer skala besar pada 1947. Agresi Militer I, namanya.

“Sebagian besar kelompok bersenjata yang tersebar di berbagai tempat itu pada dasarnya otonom, dan terserah pada komandannya apakah akan bergabung atau tidak dengan tentara reguler atau dengan laskar yang dibentuk oleh partai-partai politik.”

“Banyak unit independen yang memilih bergabung dengan laskar partai-partai Islam, khususnya Hizbullah, dan tentara-tentara non-reguler ini terutama aktif di daerah pinggiran kota Padang. Komando tentara Republik sering mencoba merangkul laskar-laskar dan kelompok-kelompok bersenjata lain yang ada dalam teritorialnya, tetapi pada bulan-bulan pertama tersebut upaya itu belum berhasil,” terang Audrey R. Kahin dalam buku Dari Pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan politik Indonesia 1926-1998 (2005).

Perlawanan Laskar Hizbullah

Ahmad Hanafiah dan Laskar Hizbullah terpanggil melawan kuasa Belanda di Sumatra. Perang Revolusi dalam Agresi Militer I itu dilanggengkan bak jihad. Ia tak lagi memikirkan dirinya sendiri. Sebab, seluruh jiwa raganya bak diwakafkan kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Laskar Hizbullah terus melawan Belanda di Pulau Sumatra. Belanda pun kerap kerepotan melawan Laskar Hizbullah. Namun, tak selamanya Dewi Fortuna berada di pihak Laskar Hizbullah. Dalam pertempuran di Kemarung misalnya.

Mulanya Laskar Hizbullah ingin menyergap militer Belanda di kawasan Baturaja, Sumatra Selatan. Mereka mengambil inisiatif untuk terlebih dahulu beristirahat di Kemarung. Nyatanya, rencana penyerangan Laskar Hizbullah bocor.

Mereka justru diserang Belanda terlebih dahulu. Laskar Hizbullah yang sedang istrahat panik bukan main. Mereka mempertahankan diri dengan susah payah. Banyak di antara Laskar Hizbullah yang merenggang nyawa.

Anggota TNI dari Laskar Hizbullah di Bangil, Pasuruan, Jatim pada 1948. (Wikimedia Commons)

Ahmad Hanafiah pun tak lantas menyerah. Ia terus melanggengkan serangan. Namun, persenjataan dan personil yang terbatas membuatnya kalah. Ahmad Hanafiah pun ditangkap. Kemudian, ulama kesohor itu dieksusi oleh Belanda supaya gerakan perlawanan di Sumatra meredup.

Jauh panggang dari api. Terbunuhnya Ahmad Hanifiah justru jadi semacam pelumas pejuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Perlawanan berkumandang di sana-sini hingga Indonesia paripurna merdeka.

Beberapa dekade kemudian Pemerintah Indonesia mengapresiasi perjuangan Ahmad Hanafiah. Sosok pejuang asal Lampung itu diberikan gelar sebagai Pahlawan Nasional. Gelar itu diberikan secara paripurna pada 10 November 2023.

“Anggota Laskar Hizbullah banyak yang gugur dan tertawan termasuk diantaranya Ahmad Hanafiah berhasil ditanggap hidup-hidup, kemudian dimasukkan ke karung dan ditenggelamkan di Sungai Ogan. Belanda memperlakukan Ahmad Hanafiah demikian karena telah mengetahui kehebatan yang dimiliki oleh Ahmad Hanafiah yang kebal senjata tajam maupun senjata api. Akhirnya melakukan dengan cara licik dan kejam.”

“Di tempat inilah Sang Pahlawan gugur, mati syahid mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di Lampung. Peristiwa Agresi Militer Belanda I yang berlangsung selama beberapa lama di beberapa wilayah Indonesia dan di Sumatera Selatan akhirnya dapat berhenti setelah adanya suatu perjanjian kesepakatan antara pihak Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada tahun 1947,” terang Johan Setiawan dan Aman dalm tulisannya di Jurnal Historia berjudul K.H. Ahmad Hanafiah: Pejuang Kemerdekaan Indonesia Asal Keresidenan Lampung (2018).