Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 13 tahun yang lalu, 30 September 2010, Museum John Lennon di Saitama Super Arena, Jepang akhirnya ditutup secara permanen. Penutupan itu dilakukan karena masalah kontrak yang sudah habis.

Penutupan itu membawa kesedihan yang amat dalam bagi penggemar John Lennon. Sebelumnya, Yoko Ono membangun museum untuk merayakan ulang tahun John Lennon ke-60. Museum itu diisi oleh ragam koleksi memorabilia John Lennon.

Narasi John Lennon ditembak mati penggemarnya jadi topik utama pemberitaan seisi dunia pada 1980. Dunia pun berduka atas kepergian Lennon. Pentolan Band The Beatles itu dianggap sosok populer dalam peta musik dunia.

Lennon dielu-elukan sebagai sosok yang memiliki pengaruh besar kepada dunia. Pujian itu tak mengada-ngada. Semuanya karena laku hidup Lennon yang tak lurus-lurus saja. Kala superstar lain memilih menikmati ketenaran dengan menjauhi politik, beda hal dengan John Lennon.

Ia memilih untuk mencemooh perilaku pejabat yang merugikan kedamaian dunia. Keterlibat itu membuatnya banyak dibenci elite politik. Lennon menganggapnya angin saja. Ia terus berkarya dan bersuara.

John Lennon dan istrinya, Yoko Ono. (Wikimedia Commons)

Ia bahkan sempat menjadi bintang tamu sembari mengatakan sikapnya sebagai seorang sosialis sebelum terbunuh. Nyatanya, kematian tak dapat menghentikan popularitas Lennon. Laku hidupnya yang kreatif justru dibangkitkan oleh penggemarnya dalam ragam cara.

Orang-orang mulai banyak membicarakan Lennon. Jandanya, Yoko Ono, apalagi. Yoko Ono mendorong kisah hidup Lennon dibuatkan sebuah film dokumenter. Ketenaran itu tak lantas berhenti. Puluhan tahun setelahnya, Yoko Ono bergegas membangun Museum John Lennon di Jepang pada 2000.

Museum itu dianggap Yoko Ono sebagai bentuk kecintaan terhadap John Lennon dan kedekatannya dengan Jepang. Yoko Ono banyak mengeluarkan koleksi pribadi dari mendiang Lennon untuk dipamerkan di Museum John Lennon.

“Museum ini didedikasikan untuk mengenang John Lennon yang tengah berulang tahun ke-60. Museum itu berada di pinggiran utara Tokyo. Yoko Ono yang membuka museum dan menyumbangkan sebagian besar koleksinya untuk pameran. Ia mengatakan bahwa Lennon memiliki tempat khusus dalam hatinya dan Jepang. Jepang adalah sangat penting.”

“Tempat bagi Lennon karena putranya setengah berdarah Jepang. Tetapi juga kami merasa bahwa entah bagaimana menjembatani perbedaan antara timur dan barat. Di antara memorabilia adalah lirik lagu, gitar pertama Lennon, dan sepasang kacamata,” terang Yoko Ono sebagaimana disusun June Sawyers dalam buku Read The Beatles (2006).

Segala macam kenangan akan Lennon hadir di dalam museum. Pun museum itu jadi kebanggaan orang Jepang. Apalagi, para pesohor dunia kerap mampir ke Museum John Lennon untuk menikmati kejayaan hidup Sang Legenda.

Namun, Museum John Lennon tak bertahan lama. Umurnya hanya 10 tahun saja. Sebab, Museum itu ditutup pemerintah Jepang karena kontrak penyewaan gedung tak menemui titik temu. Puncaknya, Museum John Lennon secara paripurna ditutup pada 30 September 2010.

“Penutupan itu membawa kehilangan pribadi yang luar biasa. Padahal, museum itu sudah diterima banyak pihak, bahkan jejak Lennon dapat dilihat dan menjadi kebanggaan Prefektur Saitama. Utamanya, karena Museum John Lennon berisi benda-benda pribadi, foto-foto, dan gambar Lennon.”

“Yoko Ono hadir di pembukaan itu, dan menyumbangkan bahan-bahan untuk koleksi, yang ditempatkan di sebuah bangunan dan dikelola oleh Museum Taisei, sebuah organisasi yang dimiliki oleh perusahaan konstruksi besar di jepang Times. Yang pertama, Yoko Ono menyebut Museum John Lennon ditutup setelah perusahaan konstruksi yang menyewakan ruang, menolak untuk memperpanjang sewa pada 2010,” ujar Carolyn S. Stevens dalam buku The Beatles in Japan (2017).