Sejarah America's Got Talent dan Kegeniusan Simon Cowell
Simon Cowell bersama juri America’s Got Talent (AGT) lainnya (dari kiri: Sofia Vergara, Howie Mandel, dan Heidi Klum) dan pembawa acara AGT, Terry Crews. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Kegeniusan Simon Cowell di dunia hiburan tak terbantahkan. Namanya melejit berkat peranan apik Cowell sebagai juri di American Idol. Ia bukan saja juri biasa, tapi juga sebagai magnet utama ajang pencarian bakat penyanyi di Amerika Serikat (AS).

Popularitas itu menjelma bak modal besar Cowell menggarap acara sendiri. Bukan cuma jadi juri. Ia ingin membuat ajang pencarian bakat yang tak melulu diisi penyanyi. Ajang itu dapat diikuti pesulap hingga komedian. America’s Got Talent (AGT), namanya.

Hidup sebagai seorang penyanyi tak pernah mudah pada era 2000-an. Bakatnya susah payah digali, tapi suaranya tak pernah mendapatkan kesempatan masuk dapur rekaman. Fenomena itu membuat pengusaha asal Inggris, Simon Fuller bergerak.

Fuller pun putar otak. Ia melalang buana mencari format acaranya yang tepat. Suatu acara yang bisa menghasilkan keuntungan dan mengorbitkan penyanyi. Pucuk dicinta ulam tiba. Ajang pencarian bakat dari tanah Selandia Baru bertajuk Popstars diadopsi.

Simon Cowell, sosok di balik munculnya AGT. (Wikimedia Commons)

Ajang pencarian bakat itu kemudian dimodifikasinya menjadi acara nama Pop Idol (2001-2003). Fuller pun mengajak salah satunya rekannya produser musik, Simmon Cowell sebagai juri Pop Idol. Hasilnya gemilang. Cowell yang notabene konsultan musik memiliki pengaruh besar bagi tumbuh kembang Pop Idol.

Cowell dapat mengarahkan kontestan untuk menelurkan karya-karya gemilang. Bahkan, karya-karya itu banyak yang menempati pucuk tertinggi tangga music dunia. Kerja sama antara Fuller dan Cowell berlanjut. Cowell itu diberikan kesempatan untuk menjadi juri pada musim pertama American Idol pada 2002.

Kehadiran Cowell nyatanya begitu ikonik. Sekalipun hanya juri. Jutaan mata penonton televisi di seluruh dunia menantikan komentar membangun ala Cowell. Daya kritisnya membuat seluruh dunia terpukau. Kadang juga membawa aura kebencian akan sosok Cowell.

Kegeniusan Cowell tak lantas berhenti. Kehadiran Cowell semakin memperkuat narasi bahwa American Idol bak mesin pencetak bintang. Semuanya karena banyak penyanyi yang dulunya bukan siapa-siapa, setelah ikut Idol jadi kesohor.

Kebanyakan kontestan potensial diangkat derajatnya oleh Cowell. Mereka segera dikontrak lewat label rekamannya dan melejit. Instrumen itu memungkinkan karena Cowell memiliki perusahaan bernama Syco dengan tiga lini bisnis: Syco Music, Syco TV dan Syco Film.

American Idol telah menancapkan tren baru ajang pencarian bakat di televisi. Bahkan, banyak ajang pencarian bakat lainnya di seluruh dunia bermunculan karena terinspirasi American Idol. Ajang itu bak mesin pembuat bintang. Mereka meluncurkan penyanyi tak dikenal menjadi seorang penyanyi kelas dunia.”

“Keberhasilan itu membuat American Idol melejit sebagai salah satu acara televisi bernilai fantastis. Bisnis ajang pencarian bakat menyanyi itu pada puncaknya sempat dihargai lebih dari 8 miliar dolar AS. Pendapatan itu terdiri dari sponsor, cendera mata, manajemen bakat, penjualan musik, sumber iklan, dan lain sebagainya,” terang Mark Halloran dan Thomas A. White dalam buku The Musician's Business and Legal Guide (2017).

Simon Cowell Bentuk AGT

Kesuksesan Simon Cowell di American Idol tak membuatnya lekas puas. Keinginannya tak pernah sederhana. Ia ingin menjelma lebih dari sekedar juri. Narasi itu diwujudkan oleh Cowell dengan merancang ajang pencarian bakat baru.

Ia bercita-cita jadi orang di balik kehadiran ajang pencarian bakat yang tak melulu mencari penyanyi dan musisi. Cowell ingin membuat ajang pencarian bakat yang dapat menampung segala macam jenis bakat. Dari penari hingga pesulap.

Keinginan itu digodok serius oleh Cowell. Ia bak mengadopsi format acara yang pernah kesohor di Inggris, Opportunity Knocks (1949-1990). AGT, namanya. Acara televisi itu muncul pada Juni 2006. AGT kemudian terhitung sukses, sekalipun belum dapat mengalahkan ketenaran American Idol.

Mulanya audisi AGT dilanggengkan oleh produser di berbagai kota di AS. Mereka yang lolos Audisi akan diperkenankan tampil dihadapan para dewan juri. Namun, belakangan audisi AGT diperluas jangkauannya. Bahkan, hingga hari ini audisi sudah memanfaatkan banyak platform dengan cangkupan seluruh dunia, tak melulu di AS.

Putri Ariani saat tampil dalam acara peluncuran sebuah Bank BUMN di Bundaran HI, Jakarta pada 20 Agustus 2023. Putri menjadi sangat populer setelah tampil di America's Got Talent edisi ke-18 dan masuk babak final. (Antara/Aditya Pradana Putra)

Keberhasilan itu jadi bukti bahwa Cowell adalah seseorang yang genius dalam industri hiburan. Ia mampu meramu AGT bak mesin pencetak bintang. Kegeniusan itu salah satunya dibuktikan dengan mengorbitkan nama penyanyi asal Indonesia, Putri Ariani di AGT 2023.  

“Program AGT kerap berada di puncak popularitas sejak musim pertama pada tahun 2006. Semua itu karena AGT ikut melibatkan suara penonton untuk menentukan pemenang. Selanjutnya, AGT menjelma menjadi mesin pencetak bintang yang mendorong orang-orang yang amatir untuk kesohor.Hal itu jadi bukti AGT sebagai suatu kompetisi yang sangat demokratis.”

“Bukan berarti AGT berjalan mulus-mulus saja. Cowell mulanya ingin terlibat lebih dalam dan memulainya di Inggris dengan nama British Got Talent. Namun, hal itu tak dilakukan karena perubahan pembawa acara. Cowell pun ingin terlibat sebagai juri, tapi ia memiliki masalah. Kontraknya dengan American Idol masih berjalan. Baru setelah kontraknya dengan American Idol berakhir Cowell baru dapat menjadi juri AGT secara reguler,” terang Stuart Lenig dalam buku The Bizarre World of Reality Television (2017).