Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 22 tahun yang lalu, 22 September 2001, Menteri Agama, Said Agil Husin Al Munawar meresmikan langsung masjid bantuan Pemerintah Indonesia untuk rakyat Bosnia Herzegovina. Masjid Istiqlal, namanya. Istiqlal berarti merdeka. Masjid itu terletak di Sarajevo dan diharapkan jadi ikon baru.

Sebelumnya, perang saudara membuat seisi Bosnia jatuh pada level terendah. Perang saudara itu berlangsung dari 1992-1995. Mereka yang menjadi korban bejibun. Pun ribuan masjid banyak hancur karena perang saudara.

Proklamasi kemerdekaan tak lantas menyelesaikan masalah. Ikrar merdeka itu biasanya hanya awalan dari masalah-masalah baru yang lebih besar. Itulah yang terjadi di Bosnia Herzegovina. Rakyat Bosnia dengan bangga memproklamasikan kemerdekaannya pada 1992, setelah sebelumnya berada di bawah kuasa Republik Sosialis Federal Yugoslavia.

Proklamasi itu disambut dengan gegap gempita. Namun, masalah muncul. Keragaman suku bangsa jadi musababnya. Tiga besar suku di Bosnia dari Bosniak (etnis Bosnia beragama Islam), Serb (etnis Serbia), dan Kroat (etnis Kroasia) memilih jalannya masing-masing.

Saban hari tiap suku kerap memperjuangkan kepentingan sukunya pribadi, hingga etnis Serb menolak bersatu. Pasukan Serpska dibantu dengan pasukan Serbia merencanakan penyerangan kota-kota yang dianggap dihuni suku lainnya.

Perang Bosnia yang berkobar pada 1992-1995. (Geo Stategic)

Serangan itu menjadi penanda perang saudara dimulai. Kota-kota seperti Zvornik hingga Visegrad segera dikuasai etnis Serb. Penyerangan itu harus dibayar mahal dengan jatuhnya banyak korban jiwa. Ratusan ribu orang meninggal dunia. Pun jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal.

Kondisi itu juga diperparah dengan hancurnya banyak masjid selama perang. Alih-alih tragedi itu hanya dirasakan oleh negara sekitar Bosnia, nyatanya perang saudara turut membawa kedukaan bagi seisi dunia.

“Perang Bosnia Herzegovina meletup setelah negara tersebut memproklamasikan kemerdekaannya pada 1992, menyusul referendum yang diboikot kelompok etnis Serbia. Tentara etnis Serbia pimpinan Presiden Srpska kala itu, Radovan Karadzic, dengan dukungan dari Presiden Serbia, Slobodan Milosevic, bergerak melakukan pembantaian. Kota-kota hancur. Sarajevo dikurung. Lebih dari 100 ribu orang meninggal dan 2 juta lainnya mengungsi.”

“Perang sudah lama berakhir. Banyak bangunan dan fasilitas umum telah dipugar. Kehidupan berjalan normal. Sarajevska Zicara, kereta gantung kebanggaan warga Bosnia-Herzegovina di tengah Kota Sarajevo yang dibangun pada 1959, pun telah beroperasi kembali. Tapi perekonomian yang terpukul keras oleh perang dan bubarnya Yugoslavia belum membaik,” terang Philipus Parera dalam laporannya di Majalah Tempo berjudul Bosnia Herzegovina, Setelah 24 tahun (2019).

Perang Saudara yang terjadi di Bosnia membuat seisi dunia perihatin. Indonesia, misalnya. Pemerintah Orde Baru turut berduka cita dengan banyaknya saudara seiman yang tewas dapat perang. Apalagi banyak di antara rumah ibadah kaum Muslim hancur tak bersisa.

Presiden Soeharto ketika mengunjungi ibu kota Bosnia Herzegovina, Sarajevo saat perang berkecamuk pada 11 Maret 1995. Kunjungan tersebut mempererat hubungan antara Indonesia dan Bosnia Herzegovina. (Setneg/Saidi)

Orba pun menawarkan bantuan untuk membangun masjid di Sarajevo kala perang berakhir pada 1995. Masjid itu dinamakan Masjid Istiqlal (merdeka), serupa dengan nama masjid yang ada di Jakarta. Pembangunannya pun berjalan. Namun, resesi ekonomi 1998 membuat pembangunan itu terganggu.

Pembangunan Masjid Istiqlal di Sarajevo baru benar-benar selesai pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Pun kemudian Menag, Said Agil Husin Al Munawar meresmikan dan menyerahkan langsun Masjid Istiqlal untuk rakyat Bosnia pada 22 September 2001. Rakyat Bosnia pun menyambutnya dengan gegap gempita.

“Tanggal 22 September 2001 merupakan hari bersejarah bagi rakyat Bosnia-Herzogovina, ketika pemerintah Indonesia yang diwakili Menag, Said Agil Husin Al Munawar atas nama Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan sebuah masjid bantuan pemerintah dan masyarakat Indonesia. Betapa tidak, ketika di sana terjadi perang 1992-1995, ratusan masjid hancur, bahkan menurut Mustafa Ceric Rais, ulama Bosnia jumlahnya mencapai 1000 masjid.”

“Kesanggupan masyarakat dan pemerintah Indonesia untuk membangun sebuah masjid yang telah dirintis sejak 1995 itu tenyata baru dapat diselesaikan melalui empat masa pemerintahan. Sejak masa Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sampai Megawati,” tertulis dalam laporan Majalah Ikhlas berjudul Masjid Kebanggaan: Masjid Istiqlal Indonesia di Bosnia Herzegovina (2001).