Bagikan:

JAKARTA - Pada 22 Februari 1943, tiga mahasiswa Universitas Munich; Hans Scholl, Sophie Scholl, dan Cristoph Probst dihukum penggal oleh pemerintahan Nazi. Sebelumnya, hukuman tersebut dijatuhkan pada 18 Februari 1943 setelah seorang anggota Partai Nazi menemukan Hans Scholl dan Sophie Scholl melempar selebaran dari gedung kampus Universitas Munich. Mereka ditangkap hari itu dan sebuah investigasi mengungkap bahwa mahasiwa lain bernama Christoph Probst, juga ikut andil dalam penyebaran selebaran tersebut. Dilihat dari jarak penangkapan dan hukuman, ketiga mahasiswa tersebut diadili dengan cepat. 

Hans Scholl, Sophie Scholl, dan Christoph Probst merupakan anggota dari White Rose, sebuah kelompok anti-Nazi Jerman dibentuk di Munich pada 1942. Berbeda dengan konspirator July Plot (1944) yang mana anggotanya merupakan bagian dari geng-geng pemuda seperti Edelweiss Pirates, para anggota White Rose menganjurkan perlawanan tanpa kekerasan sebagai cara untuk menentang rezim Nazi.

White Rose didirikan oleh tiga mahasiswa di Universitas Munich, yaitu Hans Scholl, Willi Graf, dan Alexander Schmorell. Mereka bertiga merupakan mahasiswa kedokteran. Saat berada di Fron Timur, ketiganya mengamati pembunuhan warga Yahudi oleh rezim Nazi. Ketika mereka kembali ke Munich, ketiganya berkumpul mengajak mahasiwa lainnya, termasuk saudara perempuan Hans, Sophie, untuk membahas penentangan mereka terhadap rezim Nazi. 

Dikutip dari History, Sabtu 22 Februari, Hans Scholl merupakan mantan anggota kepemudaan Hitler. Semakin usianya bertambah, Hans semakin kecewa dengan ideologi Nazi. Saat ia baru saja menjadi mahasiswa di Universitas Munich pada 1940-1941, ia bertemu dengan dua orang penganut Katolik Roma yang berhasil mengarahkan hidupnya. Hans beralih mendalami ilmu keagamaan, filsafat, dan seni. Hans Scholl berkumpul juga cukup beruntung karena berhasil berkumpul dengan teman-teman yang berpikiran sama, menentang ideologi Nazi yang merenggut ribuan nyawa tak berdosa. 

Menggabungkan idealisme anak muda dengan pengetahuan yang mengesankan tentang sastra Jerman dan ajaran agama Katolik, para mahasiswa semakin menunjukkan penentangan mereka melalui serangkaian selebaran atas nama 'White Rose' dan kemudian juga dikenal sebagai 'Selebaran Perlawanan'.

Risiko pergabung dengan kelompok seperti itu sangat besar. Kehidupan warga sipil saat itu dimonitor untuk setiap penyimpangan dari kesetiaan mutlak kepada negara. Bahkan komentar kasual yang kritis terhadap Hitler atau Nazi dapat mengakibatkan penangkapan oleh Gestapo, polisi rahasia rezim. 

Namun para anggota White Rose mempertaruhkan semuanya, termotivasi murni oleh idealisme, prinsip-prinsip moral, etika, dan simpati terhadap teman-teman Yahudi mereka. 

Selebaran pertama, yang diterbitkan pada Juni 1942, dikutip secara bebas dari karya-karya Friedrich Schiller dan Johann Wolfgang von Goethe. Selebaran tersebukat berisikan sebuah narasi untuk menganjurkan perlawanan pasif terhadap upaya perang Nazi. Selebaran tersebut diakhiri dengan pernyataan, "Jangan lupa bahwa setiap bangsa berhak atas pemerintah yang siap menanggung derita (rakyatnya)." 

Dengan menggunakan alamat yang diperoleh dari telepon, selebaran tersebut dikirimkan kepada orang-orang di seluruh Munich. Selama delapan bulan berikutnya mereka terus menyebarkan selebaran dengan berbagai tema narasi. Gestapo melihatnya sebagai sebuah ancaman yang ditimbulkan oleh mereka. Pada awal 1943, anggota White Rose sedang menyebarkan selebaran dengan tangan dan mereka memulai kampanye grafiti anti-Nazi, melukis "Freedom" dan "Down with Hitler" di gedung-gedung di seluruh Munich.

Setelah Hans, Sophie, dan Cristoph dieksekusi mati, bulan-bulan berikutnya banyak mahasiswa yang dipenjara karena dianggap memiliki koneksi terhadap White Rose. Kedua pendiri White Rose lainnya yaitu Willi Graf dan Alexander Schmorell, juga kemudian dieksekusi mati oleh pemerintahan Nazi.